Soloraya
Selasa, 10 September 2013 - 20:30 WIB

DANA HIBAH : Rudy Tolak Didikte UN Habitat

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Solopos.com, SOLO — Wali Kota Solo, F.X. Hadi Rudyatmo, menolak didikte dalam pengelolaan dana Griya Layak Huni (GLH) pascahibah UN Habitat, tahun depan. Hal itu dilontarkan Rudy setelah mengetahui UN Habitat masih akan cawe-cawe dalam pengelolaan GLH setelah dana dihibahkan.

“Jangan sampai perjanjian ke depan justru membelenggu Pemkot,” ujarnya saat ditemui wartawan di Balai Kota, Selasa (10/9/2013).

Advertisement

Menurut Rudy, selama ini ada perbedaan penafsiran antara Pemkot dan UN Habitat seputar kewenangan mengelola dana pascahibah. Pemahaman awalnya, Pemkot bakal berwenang penuh dalam pengelolaan anggaran setelah resmi dihibahkan. Namun, UN sebagai lembaga donor justru meminta tetap dilibatkan lewat sejumlah perikatan.

“Pemahaman saya, dana Rp9 miliar itu langsung dihibahkan ke Pemkot setelah 30 Juni 2014. Ternyata tidak, masih ada perikatan-perikatan. Saya tidak mau perikatan ini justru mengaburkan misi BLUD GLH untuk pelayanan MBR (masyarakat berpenghasilan rendah),” tuturnya.

Dalam perjanjian ke depan, pihaknya ngotot memperjuangkan dana GLH sebagai pinjaman lunak bagi MBR yang ingin merenovasi rumahnya. Wali Kota menginginkan dana penguatan kredit atau pinjaman maksimal berbunga 6% per tahun.

Advertisement

“Kalau pinjaman bergulir ya harus segitu (bunga 6%). Saya tidak mau UN Habitat membebani rakyat Solo,” tegasnya.

Rudy menambahkan, saat ini kebijakan tersebut masih ditelaah untuk menjadi sebuah produk hukum. “Jadi Pemkot dan UN Habitat sama-sama usul payung hukum. Nanti akan didiskusikan sampai nemu bentuk yang pas.”

Sementara itu, Kabag Hukum dan HAM Pemkot, Kinkin Sultanul Hakim, mengatakan payung hukum yang diusulkan Pemkot sebisa mungkin mengakomodasi kepentingan warga miskin. Selain meminta bunga rendah, pihaknya mengusulkan kemudahan persyaratan dari segi gaji dalam mengakses GLH.

Advertisement

“Selama ini GLH mensyaratkan peminjam wajib memiliki gaji minimal Rp2,5 juta sebulan. Kami minta itu diturunkan agar serapan program bagi MBR lebih besar,” ujarnya kepada Solopos.com.

Disinggung bentuk payung hukum yang bakal diterapkan, Kinkin belum memutuskan. Saat ini pihaknya masih melakukan sinkronisasi regulasi kota dengan regulasi internasional dalam pengelolaan hibah.
“Terkadang ada perbedaan cara pandang hukum internasional dan hukum lokal. Kami masih mencari titik temu perbedaan tersebut.”

GLH merupakan program pinjaman lunak yang menyasar renovasi rumah bagi MBR. Program yang berjalan sejak 2010 ini mengelola dana UN Habitat sebesar Rp9 miliar. Hingga Agustus 2013, dana telah terpakai Rp3,8 miliar untuk pinjaman, kredit dan pembelian tanah untuk perumahan MBR di Mojosongo.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif