Soloraya
Senin, 9 September 2013 - 09:06 WIB

HARGA KEDELAI NAIK : Pengrajin Tempe Beralih ke Mlanding & Benguk

Redaksi Solopos.com  /  Tutut Indrawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pengrajin tempe mengolah mlanding untuk diproses menjadi tempe mlanding di rumahnya, Desa Ngadirojo Kidul, Kecamatan Ngadirojo, Wonogiri, Minggu (8/9/2013). Mlanding menjadi pilihan pengganti kedelai yang harganya mahal. (Tika Sekar Arum/JIBI/Solopos)


Pengrajin tempe mengolah mlanding untuk diproses menjadi tempe mlanding di rumahnya, Desa Ngadirojo Kidul, Kecamatan Ngadirojo, Wonogiri, Minggu (8/9/2013). Mlanding menjadi pilihan pengganti kedelai yang harganya mahal. (Tika Sekar Arum/JIBI/Solopos)

Solopos.com, WONOGIRI — Pengrajin tempe di Wonogiri menyikapi kenaikan harga kedelai yang kini menembus Rp9.700 per kilogram (kg) dengan menaikkan harga jual, mengurangi produksi, dan menerapkan diversifikasi produk.

Advertisement

Kini selain membuat tempe kedelai, sebagian dari mereka juga mengolah tempe mlanding dan tempe benguk. Pengrajin tempe Dusun Manggis, Desa Ngadirijo Kidul, Boniyem, mengatakan berjualan tempe mlanding bisa sedikit menutup kerugian akibat kenaikan harga kedelai yang luar biasa. Saat ini, dalam sehari dia biasa mengolah 6 kg mlanding, di samping mengolah 20 kg kedelai.

“Dulu sebelum harga naik saya biasanya produksi sampai 25 kg kedelai. Sekarang 20 kg saja. Agar tidak terlalu rugi saya juga membuat tempe mlanding. Untungnya bisa dua kali lipat daripada untung buat tempe kedelai. Karena ada pengganti walau sedikit, saya belum berpikir mau mogok,” ungkap Boniyem, saat ditemui wartawan, di rumahnya, Minggu (8/9/203).

Dia mengakui seperti kedelai, mlanding sebenarnya juga mengalami kenaikan harga . Sebagai gambaran mlanding yang dulu bisa dibeli dengan harga Rp3.000 per kg, kini menjadi Rp5.000 per kg. Bukan hanya naik harga, mlanding seperti biasa, sering susah dicari. Mlanding biasa dibeli dari bakul langganannya yang mendapat setoran dari Baturetno dan Tawangsari, Sukoharjo.

Advertisement

Namun, dia menegaskan dengan menjual tempe mlanding bersama tempe kedelai, usahanya tidak terlalu merugi. Tak hanya melakukan diversifikasi produk, Boniyem juga mengaku menaikkan harga sejak harga kedelai melambung. Jika dulu, uang Rp1.000 cukup untuk membeli 5-6 bungkus tempe, saat ini hanya dapat 4-5 bungkus.

Perhitungan harga yang sama juga diterapkannya untuk tempe mlanding. Boniyem berharap harga kedelai segera turun agar usahanya bisa berjalan normal. Menurut dia, gara-gara harga kedelai mahal, sebagian kecil pengrajin tempe di sekitar tempat tinggalnya pilih menghentikan usaha. Ada juga yang berkreasi seperti dirinya dengan menambah ragam produk, yakni dengan tempe mlanding dan benguk.

Kepala Desa (Kades) Ngadirojo Kidul, Kadimin, membenarkan sebagian pengrajin di desanya memilih menambah usaha dengan memproduksi tempe mlanding dan benguk, di samping mengurangi produksi tempe kedelai. Menurutnya, upaya itu setidaknya bisa membuat para pengrajin tempe yang jumlahnya mencapai belasan orang di desa itu, untuk bertahan.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif