Soloraya
Senin, 2 September 2013 - 14:09 WIB

HARGA KEDELAI MELAMBUNG : “Intruksikan Pembangunan Sentra Kedelai di Daerah"

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi (JIBI/dok)

Harga komoditas kedelai kembali merangkak naik. Ini bukan kali pertama terjadi, karena pada tahun lalu tepatnya pada bulan Juli 2012, harga komoditas kedelai juga naik gila-gilaan, sehingga membuat perajin tahu tempe kalang kabut.

Pengamat ekonomi UNS, Heri ketika dihubungi Solopos FM dalam sesi Dinamika 103 Senin (2/9/2013) menilai, untuk mengatasi persoalan kenaikan harga kedelai harus dilakukan dengan upaya jangka pendek dan upaya jangka panjang. Mengingat selama ini kebutuhan kedelai Indonesia sebagian besar disuplai dari impor.

Advertisement

“ Untuk saat ini, memang solusi tercepat adalah melakukan stabilisasi harga untuk mencukupi kebutuhan dalam negeri dengan impor. Namun yang lebih penting itu adalah upaya masif pemerintah supaya kedelai bisa diproduksi di dalam negeri dengan kualitas dan kuantitas yang bagus, seperti contoh pembangunan sentra kedelai di daerah-daerah,” papar Heri.

Namun demikian, ditambahkan Heri, upaya jangka panjang ini akan sedikit banyak terkendala oleh otonomi daerah. Jika pemerintah menginstruksikan pemerintah daerah (Pemda) untuk membangun sentra kedelai, hal ini merupakan kewenangan Pemda, mana yang lebih diprioritaskan.

Di sisi lain, Heri memaparkan, ketidakseragaman tersebut, bisa diatasi dengan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Di mana Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011, telah menetapkan MP3EI menjadi arah pembangunan ekonomi Indonesia hingga tahun 2025. Namun yang menjadi persoalannya adalah dasar hukum penerapan MP3EI yang baru sebatas peraturan pemerintah.

Advertisement

Sementara itu, terkait kenaikan harga kedelai, sejumlah warga berpendapat beragam. Warga Boyolali, Mustika berpendapat bahwa pemerintah daerah hanya mementingkan pribadi dan kroninya. “Negara ini agraris tapi tanahnya sudah di sulap menjadi jalan raya, perumahan, dan pabrik, ironis sekali!”, tandas Mustika.

Sementara warga pajang Solo, Tari, mengaku khawatir, kalau  tahu dan tempe akan menjadi barang yang langka. Lain lagi dengan warga Karanganyar, Bas, yang mengatakan “ Saat kalangan atas ramai-ramai rayahan uang Negara, di lapisan masyarakat bahwa justru belajar mengharamkan makanan, seperti kasus ekstrem kenaikan harga kedelai.”

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif