Umum
Sabtu, 20 Juli 2013 - 01:17 WIB

KRISIS MESIR : Inggris Hentikan Ekspor Peranti Militer ke Mesir

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi Pendukung Presiden Mesir yang digulingkan Muhammad Morsi berlarian menghindari gas air mata yang ditembakkan oleh polisi anti huru-hara saat bentrok di Jembatan Enam Oktober, Kairo, Mesir, Senin (15/7/2013). (JIBI/Antara/REUTERS/Amr Abdallah Dalsh )

Ilustrasi Pendukung Presiden Mesir yang digulingkan Muhammad Morsi berlarian menghindari gas air mata yang ditembakkan oleh polisi anti huru-hara saat bentrok di Jembatan Enam Oktober, Kairo, Mesir, Senin (15/7/2013). (JIBI/Antara/REUTERS/Amr Abdallah Dalsh )

Solopos.com, LONDON — Kudeta presiden hasil pemilu yang demokratis oleh kelompok militer Mesir membuat Inggris khawatir produknya disalahgunakan untuk mencelakai warga sipil. Alhasil, mulai Jumat (19/7/2013), Inggris mencabut izin ekspor peralatan bagi tentara dan polisi Mesir.

Advertisement

Setelah menggulingkan presiden terpilih Mohamed Morsi, Rabu (3/7/2013) lalu, kepala staf angkatan bersenjata Mesir Jenderal Abdel Fattah-al-Sisi dilantik kini menjadi wakil perdana menteri Negeri Piramida itu. Sementara langkah Al-Sisi telah memicu demonstrasi berkepanjangan para pendukung Morsi. Bentrok antara aparat dan warga yang dipicu demonstrasi itu menyebabkan puluhan orang tewas, termasuk wartawan yang mendokumentasi pembantaian itu.

Kenyataan itu rupanya membuat Inggris khawatir barang kirimannya digunakan pemerintah sementara Mesir untuk membantai warga sipil yang berbeda pendapat. “Kami sangat prihatin pada keadaan dan peristiwa di Mesir, yang mengakibatkan kematian pengunjuk rasa,” kata Menteri Niaga Vince Cable kepada AFP sebagaimana dikutip Kantor Berita Antara.

Izin yang ekspor yang dicabut itu mencakup pengiriman peralatan radio komunikasi, senapan mesin, mobil pengangkut lapis baja, termasuk tank. “Pemerintah memutuskan tanggung jawab ekspornya sangat serius dan melakukan salah satu kendali paling ketat ekspor senjata di dunia,” lanjutnya.

Advertisement

Kendati untuk sementara ini pihaknya tidak memiliki laporan peralatan Inggris digunakan dalam kerusuhan di Mesir, namun hal itu dianggap perlu dilakukan mengingat Inggris sejak lama memiliki kebijakan menolak ekspor barang untuk penindasan. “Kami tidak akan memberikan izin ekspor jika kami nilai ada bahaya nyata barang itu mungkin digunakan untuk penindasan di dalam negeri, memancing atau memperpanjang kemelut dalam negara, digunakan secara garang terhadap negara lain atau membahayakan keamanan negara kami,” katanya.

Laporan panitia parlemen Inggris urusan pengendalian ekspor senjata, Rabu (17/7/2013) lalu, sempat memicu pertanyaan tentang 134 izin ekspor ke Mesir senilai 59 juta poundsterling (sekitar Rp900 miliar) yang belum lama ini disetujui. Izin ekspor itu termasuk untuk baju baja, helm tentara, pistol, perangkat akustik untuk mengendalikan kerusuhan, senapan serbu, senapan penembak gelap, pembidik dan senapan tempur.

“Semua izin untuk ekspor barang ke Mesir dinilai atas dasar kasus per kasus terhadap berbagai kriteria ketat kesepakatan antarbangsa, yang memperhitungkan keadaan pada waktu permohonan izin itu dibuat… Tetapi, sebagai akibat dari perubahan keadaan di Mesir, kami meninjau izin ekspor Inggris ke negara itu… Ketika keadaan berubah atau keterangan baru datang, kami dapat mencabut izin, yang ekspornya tidak lagi sesuai dengan kriteria itu,” kata Cable.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif