Jogja
Kamis, 11 Juli 2013 - 11:55 WIB

MAYAT ABG SLEMAN : Pesan Pendek Ibu Tanpa "K"

Redaksi Solopos.com  /  Nina Atmasari  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - JIBI/Harian Jogja/Sunartono Firmansyah membawa foto almarhum Nanda Amalia Setyowati bersama keluarga, di rumahnya Rabu (10/7/2013).

JIBI/Harian Jogja/Sunartono
Firmansyah membawa foto almarhum Nanda Amalia Setyowati bersama keluarga, di rumahnya Rabu (10/7/2013).

Kepergian Nanda Amalia Setyowati, korban pembunuhan di TK Tunas Wisata, Caturtunggal Depok  Sleman, menyisakan duka mendalam bagi keluarga. Berikut laporan wartawan Harian Jogja, Sunartono.

Advertisement

Suara dering telepon genggam milik Firmansyah mengalun keras. Sambil duduk lesehan pria asal Padang itu menerima panggilan dan suara itu tampak menanyakan kabar tentang dirinya. Lalu dijawabnya pertanyaan itu dengan nada sendu. Mengabarkan bahwa wanita yang meninggal menjadi korban pembunuhan di belakang Hotel Royal Ambarrukmo adalah anaknya.

“Nanda itu, yang di belakang Ambarukmo, itu anak saya,” ujar Firman saat menjawab pertanyaan orang yang meneleponnya.

Advertisement

“Nanda itu, yang di belakang Ambarukmo, itu anak saya,” ujar Firman saat menjawab pertanyaan orang yang meneleponnya.

Pria kelahiran 1973 ini berusaha menjelaskan kepada penelepon yang sudah dikenalnya tentang kematian anaknya Nanda Amalia Setyowati menjadi korban pembunuhan.

Firman kemudian mengakhiri percakapannya. Dengan duduk bersila memakai celana pendek warna hitam hatinya masih merasa terpukul tak ditanya sekalipun. Ia menyilangkan kaki sebelah kirinya tepat berada di atas paha kanannya dan bercerita tentang Nanda, anak pertamanya yang kini telah tiada.

Advertisement

Tak habis pikir, ketika anaknya diperlakukan secara sadis. Dipancing melalui pesan pendek (SMS) untuk datang ke lokasi pembunuhan. Sesampai di sana kemudian dipukul dengan batu dan ditusuk hingga meninggal. Orangtua mana yang tidak sakit hati ketika anaknya diperlakukan seperti itu? Tetapi Firman berusaha untuk bijak ia menyerahkan kasus itu sepenuhnya pada proses hukum. Tentu dengan mempertimbangkan keadilan.

Pembunuhan berencana yang dilakukan tersangka dinilai seperti aksi para mafia dan komunis, terorganisasi, direncanakan, ditikam dari belakang. Ia menyampaikan itu karena ada perlakuan sangat keji terhadap anaknya. Saat memandikan mayat, ia melihat ada luka tusuk diameter sekitar tujuh sentimeter di pinggang anaknya. Luka bacok di dagu, dan pipi sebelah kiri mengelupas serta kepala bagian belakang hancur. “Kebetulan ada hasil autopsinya,” imbuhnya sembari menunjukkan foto hasil autopsi.

Cerita pilu juga datang dari mulut Endang Setyowati, ibu korban. Menurutnya pada Minggu (7/7) sore Nanda dengan tergesa-gesa pamit keluar rumah. Setelah membaca SMS dari seseorang yang kemungkinan besar adalah temannya. “Sek yo bu,” ujarnya menirukan anaknya.

Advertisement

Endang pun terpaksa mengizinkan anaknya keluar rumah. Dalam keseharian Firman dan Endang selalu melatih disiplin anaknya. Setiap hari diantar kemudian dijemput dan di bawah pengawasan ketat agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Kebiasaan yang dilakukan Endang selalu menghubungi anaknya via ponsel jika waktu Magrib belum sampai rumah.

Saat hari mulai beranjak malam itulah Endang mulai curiga. Karena anaknya belum pulang sementara saat di-SMS tidak menjawab. Sekitar pukul 18.15 WIB, Endang mendapatkan jawaban SMS. Tetapi ia meyakini itu bukan Nanda yang mengirimkannya.

“Dia kalau SMS bu pake K jadi buk tapi saat itu hanya bu. Saya agak curiga, itu jam 6 lebih 15 menit. Di bel lagi tidak aktif,” ujarnya.

Advertisement

Dengan masih terus mengenang anaknya, Endang ketika itu tak henti-hentinya mencari buah hatinya. Dari rumah ke rumah, dari teman ke teman. Nyaris hingga Senin (8/7) dini hari Endang bersama suaminya Firman mencari-cari tapi hasilnya nihil.

Ketika itu pasangan yang dikarunia tiga anak ini masih berharap positif anaknya menginap di rumah teman. Keduanya pun pulang ke rumah untuk istirahat.
Hati berbalut kegelisahan melanda Endang sebagai seorang ibu. Gelisah itu dibumbui dengan suara burung gagak di atas rumahnya yang bersuara keras. Sekitar pukul 02.00 Senin dinihari setengah sadar ia merasa ada panggilan dari suara Nanda. Endang pun menjawabnya dengan lirih. “Tolong bu, tolong bu. Iya ibu tolong,” ucapnya.

Senin pagi pencarian terus dilakukan. Endang menyusuri kawasan UPN, sejumlah warnet, di Ringroad Utara menanyakan ke ratusan orang di pinggir jalan. Salah satunya rumah Pipit yang menjadi teman dekat Nanda. Namun hasilnya tetap saja nihil. Hingga pukul 14.00 WIB Endang mencari anaknya. Kemudian berniat melapor ke polisi, ia pun pulang.

Sesampai di rumah ia kedatangan sejumlah anggota kepolisian. Menyampaikan jika ada mayat ditemukan di TK Tunas Wisata. Endang dan anak keduanya Dila kemudian melihat foto yang dibawa polisi. Setelah itu, Firman suaminya mengikuti polisi ke RSUP Sardjito untuk memastikan.

“Sesampai di sana saya pastikan itu Nanda karena ada tanda khusus di dahi. Emosi saya memuncak dan ditenangkan pak polisi,” ucap Firman.

Pada Selasa (9/7) jenazah baru dibawa ke rumah duka RT 02 RW 06, Grogol, Purwomartani, Kalasan, Sleman kemudian dimakamkan hari itu juga.

Endang masih terus mengenang anaknya yang penurut dalam keseharian. Satu hal lagi yakni suka menulis puisi. Seringkali Nanda menuliskan syair dan cerita diri dalam buku hariannya. Kini tulisan itu masih tersimpan dan menjadi kenangan Endang. Ia hanya berharap keadilan untuk keluarganya.

Advertisement
Kata Kunci : ABG Jogja Mayat Nanda Sleman
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif