News
Rabu, 3 Juli 2013 - 19:56 WIB

GURU DIPOLITISASI : Presiden Tahu Ada Kepala Daerah Manfaatkan Guru untuk Pilkada

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan sambutannya pada acara peresmian pembukaan Kongres XXI Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Kongres Guru Indonesia 2013 di Istora, Senayan, Jakarta, Rabu (3/7/2013). (JIBI/Solopos/Antara/Widodo S. Jusuf)

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyampaikan sambutannya pada acara peresmian pembukaan Kongres XXI Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Kongres Guru Indonesia 2013 di Istora, Senayan, Jakarta, Rabu (3/7/2013). (JIBI/Solopos/Antara/Widodo S. Jusuf)

Solopos.com, JAKARTA — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) mengaku sering mendapatkan laporan tentang penyimpangan dalam proses pemilu kepala daerah (pilkada) dengan mengorbankan guru pegawai negeri sipil.

Advertisement

Guru, menurutnya, sering dipaksa masuk tim sukses demi memenangkan pihak tertentu dalam pertarungan politik di daerah tempat mereka bekerja. “Kalau tidak mau, katanya diganti, kemudian kalau kebetulan yang tidak didukung menang, guru itu dipindah,” kata Presiden.

Karena menyadari guru kerap menjadi korban penyalahgunaan kekuasaan oleh para politisi yang bertarung dalam pilkada, Presiden SBY melarang para kepala sekolah dan pejabat dinas pendidikan terlibat dalam politik praktis. “Karena pilkada, guru sering jadi korban, kepala sekolah dan pejabat dinas harus menjauhkan diri dari politik praktis, jangan melibatkan diri dari pilkada,” pinta Kepala Negara dalam Pembukaan Kongres Persatuan Guru Republik Indonesia di Istora Senayan, Jakarta, Rabu (3/7/2013).

Ketua Umum PB PGRI Sulistiyo mengakui mutasi guru yang dipicu motif politik masih sering terjadi di pelbagai daerah selama dan pascapemilu kepala daerah. Karena itulah, ia meminta implementasi otonomi daerah dalam bidang pendidikan dikaji kembali karena proses pendidikan kerap terganggu oleh pertentangan politik. “Keberhasilan [otonomi] pendidikan menjadi tanda tanya besar, termasuk guru yang masih diperlakukan sebagai perangkat birokrasi, bukan profesi,” kata Sulistiyo.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif