News
Sabtu, 29 Juni 2013 - 05:45 WIB

KORBAN TEROR : Maaf Sembuhkan Luka Akibat Serangan Bom

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Toni Sumarno (R Bambang Aris S/JIBI/SOLOPOS)

Toni Sumarno (R Bambang Aris S/JIBI/SOLOPOS)

SOLO — Mengalami kejadian luar biasa yang menimbulkan trauma mendalam yaitu serangan bom, namun berhasil bangkit dan bahkan menemui dan memaafkan pelakunya. Itulah pengalaman hidup Tony Soemarno, yang kini aktif sebagai Sekretaris Jenderal Yayasan Asosiasi Korban Bom Indonesia (Askobi). Tony adalah korban serangan bom di Hotel JW Marriott, kawasan Mega Kuningan, Jakarta, 5 Agustus 2003.

Advertisement

Saat dijumpai Solopos.com ketika menyertai kunjungan rombongan Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai di kantor redaksi Grup Media SOLOPOS, Griya Solopos, Kamis (27/6/2013), tubuhnya masih menyimpan bekas dampak serangan bom itu seperti pada kedua belah tangannya yang masih menampakkan bekas luka bakar parah. “Saya delapan bulan dirawat di ruang isolasi RS Pertamina. Sebagai orang lapangan, saya seperti dikurung, tersiksa sekali. Bukan cuma badan yang rusak, mental saya juga rusak.Saya sangat trauma akibat serangan itu, ogah ketemu orang, ogah nonton TV,” kisah Tony yang saat itu bekerja di sebuah perusahaan jasa yang melayani sektor eksplorasi minyak dan gas bumi, dan kebetulan sedang mengantar tamunya makan siang di JW Marriott saat serangan bom terjadi. Namun berkat dukungan dan keluarga dan banyak orang lainnya, dirinya mulai pulih.

Rasa penasarannya terhadap pelaku serangan bom terpicu saat dirinya melihat proses rekonstruksi bom Marriott dari kantornya yang bersebelahan. “Saya penasaran, lalu menonton proses. Di situ saya lihat salah satu tersangka, Thohir. Saat itu saya sangat ingin ketemu dan bicara dengan dia, ingin tanya apa alasannya berbuat begitu,” tuturnya. Setelah berulang kali bernegosiasi dengan polisi, akhirnya dia mendapat kesempatan bertemu Thohir di Mabes Polri. “Tidak ada dendam, saya hanya penasaran dengan pola pemikiran si pelaku,” akunya.

Tony kembali mendapat kesempatan istimewa bertemu dengan pelaku serangan bom lainnya yaitu Umar Patek, pelaku bom Bali, akhir Maret 2013 lalu. “Saya merinding kalau ingat pertemuan itu. Soalnya kami sama sekali tidak saling kenal, namun justru dalam pertemuan itu kami bersalaman dan berpelukan,” kata Tony. Yang tak bisa dilupakannya adalah saat berpelukan itu Umar Patek membisikkan permintaan maaf dirinya dan menitipkan salam dan permintaan maaf kepada seluruh keluarga korban. “Itu yang bikin saya merinding,” ungkapnya.

Advertisement

Dari pengalaman-pengalamannya itu Tony menegaskan bahwa bisa memaafkan itu memberikan proses penyembuhan mental yang luar biasa. “Istilahnya, memaafkan itu healing, menyembuhkan,” tegasnya. Karena itu melalui yayasan tempatnya aktif, dirinya giat mendukung program BNPT untuk membangkitkan kesadaran masyarakat mencegah terorisme dan mengantisipasi ideologi radikal. Yayasan Askobi juga aktif menyantuni para keluarga korban serangan bom yang cenderung terabaikan nasibnya dan jarang terekspose media. Tony mengakui, memaafkan bukan hal yang mudah bagi para korban atau para keluarga mereka. “Dari 690 korban berbagai serangan bom, mungkin tak ada 10 orang yang bisa menyatakan benar-benar ikhlas memaafkan,” tuturnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif