News
Senin, 24 Juni 2013 - 18:03 WIB

KASUS IMPOR DAGING SAPI : Manfaatkan Jabatan, Mantan Presiden PKS Terancam 20 Tahun Penjara

Redaksi Solopos.com  /  Rahmat Wibisono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Tersangka korupsi dan pencucian uang, Luthfi Hasan Ishaaq menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tiipikor, Jakarta, Senin (24/6/2013). Luthfi Hasan Ishaaq yang juga mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) diduga menerima pemberian hadiah atau janji terkait pengurusan tambahan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian untuk PT Indoguna Utama. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

Tersangka korupsi dan pencucian uang, Luthfi Hasan Ishaaq menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan di Pengadilan Tiipikor, Jakarta, Senin (24/6/2013). Luthfi Hasan Ishaaq yang juga mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) diduga menerima pemberian hadiah atau janji terkait pengurusan tambahan kuota impor daging sapi di Kementerian Pertanian untuk PT Indoguna Utama. (JIBI/SOLOPOS/Antara)

JAKARTA — Mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang kini menyandang status tersangka kasus suap pengaturan kuota impor daging sapi tahun 2013 di Kementerian Pertanian Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) terancam hukuman pidana 20 tahun.

Advertisement

Afni Karolina, Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi, mengatakan Luthfi Hasan menjual pengaruh sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2009-2014 dan Presiden PKS untuk mempengaruhi pejabat di Kementan. Dugaan itu dikemukakan Afni saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (24/6/2013)

“Terdakwa dengan jabatannya selaku anggota DPR dan Presiden PKS dalam mempengaruhi pejabat di Kementan yang dipimpin Suswono yang juga anggota majelis syuro supaya menerbitkan surat rekomendasi persetujuan pemasukan atas permohonan penambahan kuota impor daging sapi sebanyak 10.000 ton untuk tahun 2013 yang diajukan PT Indoguna Utama dan empat anak usahanya,” papar Afni.

Luthfi Hasan meminta Ahmad Fathanah, teman dekatnya, agar memberi tahu Maria Elisabeth Liman untuk mempersiapkan data yang dapat meyakinkan Mentan bahwa data Badan Pusat Statistik (BPS) tidak benar dan swasembada mengancam ketahanan daging dalam negeri. Atas bantuan tersebut, Luthfi Hasan dijanjikan komisi Rp5000 per kg atau Rp40 miliar. Selanjutnya, Luthfi mengatakan akan mengusahakan penambahan kuota menjadi 10.000 ton agar komisi yang diperoleh Rp50 miliar.

Advertisement

Luthfi Hasan kemudian mempertemukan Maria dengan Suswono di Medan pada tanggal 11 Januari 2013. Pertemuan, tersebut untuk meyakinkan Suswono bahwa diperlukan penambahan kuota impor daging sapi 2013. Namun, ditanggapi Suswono bahwa data itu tidak valid sehingga Suswono meminta Maria melakukan uji publik untuk mendukung keabsahan data yang disampaikan.

Maria, Elda Deviane Adiningrat, Juard Effendi, dan Arya Abdi Effendi kemudian bertemu dengan Suharyono selaku Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian Kementan. Maria meminta Suharyono memberikan data rekapitulasi permohonan dan penerbitan (RPP) terkait perusahaan yang melakukan praktek jual beli SPI dan diberikan Suharyono. Selanjutnya data dan surat permohonan dari PT Indoguna Utama dan beberapa anak usahanya diserahkan kembali ke Suswono melalui Ahmad Fathanah.

Pada 20 Januari 2013, Luthfi Hasan melakukan pertemuan dengan Ridwan Kamil di Kuala Lumpur untuk membicarakan mengenai data dan permohonan penambahan kuota daging sapi yang sudah diserahkan ke Suswono. Pada 28 Januari bertempat di Restoran Angus Steak House Senayan City Jakarta Selatan, Ahmad Fathanah Maria dan Arya. Pada pertemuan itu, Fathanah meminta Maria mewujudkan komitmennya untuk kelancaran upaya pengurusan penambahan kuota impor daging sapi.

Advertisement

Kemudian dari total komisi sebesar Rp50 miliar, Luthfi Hasan baru mendapatkan komisi Rp1,3 miliar dari PT Indoguna yang diberikan melalui Fathanah. Atas perbuatannya, Luthfi diancam dengan Pasal 12 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Kedua, diancam dengan Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Ketiga, Pasal 11 UU Tipikor jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Dengan ancaman hukuman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif