Soloraya
Kamis, 30 Mei 2013 - 04:42 WIB

Bahan Baku Langka, Pengrajin Mebel Kelabakan Penuhi Pesanan

Redaksi Solopos.com  /  Tutut Indrawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang pengrajin mengamplas kerangka kursi di Pasar Meubel dan Konveksi Banaran di Kecamatan Kalijambe, Sragen ,Rabu (29/5/2013). (JIBI/Solopos/dok)


Seorang pengrajin mengamplas kerangka kursi di Pasar Meubel dan Konveksi Banaran di Kecamatan Kalijambe, Sragen ,Rabu (29/5/2013). (Tri Indriawati/JIBI/SOLOPOS)

SRAGEN–Pesatnya pertumbuhan usaha kerajinan mebel ternyata tak lantas membuat pengrajin di Kecamatan Kalijambe, Sragen bernapas lega. Pasalnya mereka kesulitan memenuhi banyaknya pesanan karena kelangkaan bahan baku utama, yakni kayu akasia dan kayu jati.

Advertisement

Kayu akasia yang menjadi bahan baku mebel favorit bagi pemesan asal luar Jawa menjadi barang yang sangat berharga bagi para pengrajin. Tak jarang, mereka harus berebut untuk mendapatkan kayu yang dikirimkan dari Pacitan itu.

“Kalau menuruti pesanan sebulan bisa ratusan, masalahnya bahan bakunya yang enggak cukup, lebih sering langka, dalam setahun bisa 80% langka,” ungkap seorang pengrajin asal Dusun Ngemplak, Desa Banaran, Kalijambe, Akbarun kepada Solopos.com, Rabu (29/5/2013).

Menurut Akbarun, pasokan kayu akasia seringkali langka karena bahan baku itu diperoleh dari hasil budidaya masyarakat. Pemasok tidak bisa menebang kayu setiap saat untuk memenuhi pesanan pengrajin.

Advertisement

Kelangkaan juga berimbas pada harga kayu yang terus terkerek secara perlahan. Beruntung, Akbarun memiliki pemasok langganan langsung dari Pacitan, sehingga stok bahan baku mebel di tempat usahanya bisa terbilang aman.

Namun, lanjut dia, tidak semua pengusaha memiliki keberuntungan sepertinya, terlebih bagi pengrajin bermodal minim. “Kalau mau ambil kayu dari Pacitan itu modalnya besar, setiap satu kali kirim butuh Rp8 juta hingga Rp10 juta. Hla kalau yang pengrajin kecil ya enggak mampu kulakan,” ujar dia.

Padahal, imbuhnya, mayoritas pengrajin mebel di wilayah Kalijambe merupakan pengusaha berskala kecil dengan modal terbatas. Akibatnya, mereka harus membeli kayu dari pengecer dengan harga lebih tinggi. “Saya juga ngecer paling murah per kubik Rp650.000. Tapi saya lihat-lihat dulu, kalau stok masih aman saya jual, kalau enggak ya saya pakai sendiri,” ucapnya.

Advertisement

Salah seorang pedagang mebel di Pasar Meubel dan Konveksi Banaran, Opick, mengaku kelangkaan bahan baku turut mengerek harga jual mebel setelah finishing.  Jika stok kayu normal, dia bisa memperoleh mebel mentah dari pengrajin mulai dari harga Rp600.000. Namun, saat kayu langka harga mebel mentah melambung hingga Rp800.000.

Dia juga seringkali kesulitan memenuhi pesanan mebel dari luar Jawa yang terus menerus meningkat.

“Paling sebulan hanya bisa dapat delapan sampai semilan lemari, padahal pesanannya lebih dari itu,” pungkasnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif