Kolom
Senin, 27 Mei 2013 - 10:15 WIB

GAGASAN : PKS (Memang) Antikritik

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Yons Achmad, Pengamat Media Peneliti di Wasathon Institute Jakarta

Yons Achmad, Pengamat Media Peneliti di Wasathon Institute Jakarta

Kesimpulan untuk Imam Subkhan dan Yeni Mulati

Advertisement

Artikel Imam Subkhan, PKS Terautolisis,  di SOLOPOS edisi Kamis (16/5)  cukup menarik. Imam mencoba menggunakan istilah yang dikenal dalam biologi, autoloisis (pembusukan), untuk menggambarkan kondisi terkini Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Partai ini sedang tercoreng berbagai kasus moral dan hukum.

Kesimpulan dari artikel tersebut, PKS bakal ditinggalkan kader dan konstituennya. Tidak ada lagi kepercayaan. Diprediksikan pada Pemilu 2014, perolehan suara partai ini bakal terjun bebas dan menjadi partai gurem yang tinggal menunggu waktu kehancurannya.

Advertisement

Kesimpulan dari artikel tersebut, PKS bakal ditinggalkan kader dan konstituennya. Tidak ada lagi kepercayaan. Diprediksikan pada Pemilu 2014, perolehan suara partai ini bakal terjun bebas dan menjadi partai gurem yang tinggal menunggu waktu kehancurannya.

Tulisan tersebut mengusik salah seorang simpatisan PKS, Yeni Mulati, yang memberikan tanggapan berjudul Semua Parpol Butuh Autolisis, SOLOPOS edisi Senin (20/5). Seperti pada umumnya, tulisan-tulisan simpatisan PKS pasti merupakan pembelaan-pembelaan. Selalu mencari celah pembenaran bahwa PKS tidak bersalah.

Dalam artikel tersebut, Yeni berargumen bahwa justru autolisis (pembusukan) itu diperlukan karena hal tersebut sebuah mekanisme penting untuk mempertahankan hidup organisme dengan cara membuang sel-sel yang sudah rusak dan mati.

Advertisement

Mengapa kader-kader PKS selalu mengemukakan pembelaan-pembelaan membabi buta atas beragam kasus moral dan hukum yang menjerat mereka? Tentu saja yang demikian salah satunya disebabkan karena menganggap diri mereka tidak bersalah, bersih. Mereka menutup mata atas fakta-fakta hukum.

Dalam kasus Lutfhi Hasan Ishaaq (LHI) misalnya, di berbagai media sosial (Facebook, Twitter, mailing list), kader-kader PKS yang antikritik ini begitu membabi buta dalam melakukan pembelaan, sementara mereka mencaci-maki media dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sedang serius melakukan kerja-kerja pemberantasan korupsi.

Sementara, saran-saran kebaikan tak pernah diterima. Mereka justru memberikan label (stigma) dengan sebutan ”PKS Haters” (pembenci PKS) bagi siapa pun yang mencoba mengkritik PKS. Mereka dengan bangga menyebut diri mereka dengan sebutan ”PKS Lovers”.

Advertisement

Jika ada yang mencoba memberikan saran kebaikan, sering terlontar kalimat  yang tidak santun dan terkesan arogan, misalnya saya pernah mendapatkan contoh bagaimana arogansi tersebut diperlihatkan. Salah satunya dengan pernyataan begini: PKS Haters tak perlu repot-repot menyuruh kader PKS untuk bebenah dan  intropeksi. Kami sudah melakukannya sebelum Anda memikirkannya.

Nah, sekarang, apakah kritik  yang ditulis Imam Subkhan tersebut  adalah sia-sia belaka? Saya kira tidak. Bahkan kritikan-kritikan semacam itu diperlukan. PKS sekarang memang tidak sedang membutuhkan kritikan-kritikan semacam itu. Yang diperlukan PKS sekarang adalah pembelaan-pembelaan.

Selemah apa pun pembelaan, itulah yang diperlukan. Agak kontradiktif memang. Padahal saya kira PKS akan menjadi besar justru oleh kritikan, cemoohan bahkan hujatan sekalipun, bukan justru lewat pujian dan pembelaan-pembelaan.

Advertisement

Menjawab persoalan ini, saya kira seperti yang ditulis Imam Subkhan tidak sia-sia. Justru yang demikian itulah jalan untuk menjaga akal sehat,  jalan untuk mengingatkan kelemahan sebuah partai politik (Islam) untuk kembali ke jalur yang benar. Partai politik (Islam) semestinya tidak menutup mata terhadap pembusukan dan kebusukan yang memang ada didalamnya.

 

Intelektual Profetik

Partai politik (Islam) mestinya juga membuka diri terhadap mata publik tentang kondisi partai politik dewasa ini. Suka atau tidak suka, langkah kritik semacam ini diperlukan untuk mencerahkan publik (umat).

Dalam konteks demikian, apa yang dilakukan Imam Subkhan saya kira selaras dengan jalan intelektual profetik (kenabian) seperti yang digagas (almarhum) Kuntowijoyo, intelektual muslim di Jogja.

Kuntowijoyo pernah menggagas akan pentingnya intelektual profetik (kenabian). Ide dasarnya diambil dari ayat Alquran: Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh yang makruf dan mencegah yang mungkar dan beriman kepada Allah (QS Ali-Imron: 110).

Kuntowijoyo menafsirkan ayat tersebut dengan tiga gagasan penting yaitu humanisasi (amar makruf), liberasi (nahi mungkar) dan transendensi (beriman kepada Allah). Dalam konsepsi ini, saya kira apa yang dilakukan Imam Subkhan adalah sebuah jalan liberasi: mengkritik performa partai politik dan membuka mata publik (umat) atas kebobrokan-kebobrokan yang ada di tubuh partai.

Hasil akhirnya tentu saja bukan dalam kerangka ”menghabisi” PKS, tetapi sebuah jalan untuk menguatkan partai Islam agar sesuai dengan cita-cita awal pendirinya: menjadi partai yang benar-benar bersih, menjaga moralitas, tidak korupsi dan benar-benar memperjuangkan kesejahteraan masyarakat.  Bukan sebaliknya,  partai yang arogan, antikritik, hedonis serta mengunakan partai hanya untuk memperkaya diri sendiri.

Dengan demikian, kita tetap  perlu terus menumbuhkembangkan sikap kritis ini, dan perlu terus-menerus menyalakan akal sehat. Ini demi pencerahan, demi Indonesia yang lebih baik. (senjakarta@gmail.com)

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif