Redaksi Solopos.com / R. Bambang Aris Sasangka | SOLOPOS.com
Pabrik-pabrik besar mulai berekspansi di salah satu kecamatan milik Kabupaten Karanganyar yang sengaja didesain sebagai kawasan industri itu. Gedung-gedung pendidikan, gudang industri, pertokoan hingga bisnis properti mulai menjamur di sejumlah wilayah. Tak urung pola hidup masyarakat setempat mulai berubah, mereka tidak lagi akrab dengan ladang, sawah dan juga ternaknya. Kini, mereka mulai nyaman bekerja sebagai buruh di beberapa pabrik swasta yang sedang tumbuh di wilayah itu.
“Dulu kalau pagi saya melihat anak-anak gadis di sini menuntun kerbau ke sawah. Kalau sekarang, pagi-pagi mereka sudah dandan cantik, berangkat bekerja ke pabrik,” urai Camat Gondangrejo, Suhardi, kepada Solopos.com. Menurut Suhardi, semenjak pembangunan Tol Soker dimulai, iklim investasi di wilayah itu melonjak tinggi. Hingga saat ini, belasan perusahaan swasta telah berencana membuka anak usahanya di Gondangrejo, empat diantaranya merupakan perusahaan besar berskala nasional. Kini, tercatat empat perusahaan besar serta lebih dari 10 perusahaan kecil telah tumbuh dan berakar di daerah itu.
Para investor mulai gencar bergerilya mencari lahan untuk membuka pabrik-pabrik barunya. Dampaknya, harga tanah di kawasan itu pun melonjak hingga empat kali lipat. “Tanah di sini sudah ganti harga, bukan naik lagi. Dulu harga tanah hanya Rp25.000 per m2, sekarang paling murah Rp100.000 per m2, itu saja sudah enggak ada tanahnya, sudah ludes terjual,” terang dia.
Suhardi mengaku puas pada pertumbuhan kawasan Gondangrejo yang terhitung pesat. Dulu, saat kali pertama diberi tanggung jawab memimpin daerah itu, dia mengaku cukup prihatin menyaksikan kondisi masyarakat setempat. Tanah yang tandus dan sulit air membuat pertanian di wilayah itu kurang maju. “Saya sempat bingung, bagaimana caranya memajukan daerah ini, tapi ternyata Tuhan memberi jalan, ada proyek tol, banyak investor masuk, masyarakat bisa bekerja di pabrik,” kenangnya.
Namun, dia mengaku cukup kesulitan menyalurkan warga setempat yang mayoritas berpendidikan rendah untuk bekerja di perusahaan swasta. Sebagian besar warga merupakan tamatan SD dan SMP, sehingga hanya dapat tertampung sebagai tenaga kerja kasar di pabrik. “Saya penginnya warga sini juga bisa kerja kantoran, tapi bagaimana lagi enggak ada yang mengenyam pendidikan tinggi. Makanya, saya sangat senang kalau ada mahasiswa KKN [kuliah kerja nyata] di desa ini, biar masyarakat juga tertarik menguliahkan anak-anaknya,” pungkas dia.