JAKARTA--Pemerintah menjalankan tiga strategi untuk mengatasi berbagai kendala dalam pengembangan sektor minyak dan gas bumi (migas) di Indonesia.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengajak para pelaku usaha migas bekerja sama memecahkan permasalahan yang menghambat kinerja sektor migas melalui tiga pendekatan.
“Saya mengajak saudara-saudara menjadi agen perubahan dalam memecahkan beberapa masalah di sektor migas yang masih menjadi kendala dalam pengembangannya. Pemerintah telah menempuh beberapa langkah pendekatan,” katanya saat membuka Indonesia Petroleum Association Convention and Exhibition ke-37, Rabu (15/5/2013).
“Saya mengajak saudara-saudara menjadi agen perubahan dalam memecahkan beberapa masalah di sektor migas yang masih menjadi kendala dalam pengembangannya. Pemerintah telah menempuh beberapa langkah pendekatan,” katanya saat membuka Indonesia Petroleum Association Convention and Exhibition ke-37, Rabu (15/5/2013).
Pendekatan yang telah dilakukan pemerintah adalah peningkatan produksi migas, diversifikasi energi, serta diversifikas negara mitra kerja sama dalam investasi sektor migas.
SBY menjelaskan pendekatan pertama, meningkatkan produksi minyak dan gas bumi, dijalankan melalui pendekatan penguasaan teknologi modern. Teknologi tersebut dibutuhkan untuk menemukan sumber migas baru serta meningkatan efisiensi eksplorasi dan produksi.
Pendekatan kedua, atau diversifikasi energi, diterapkan melalu kebijakan pengembangan kegiatan usaha hulu migas non konvensional seperti coal bed methane, shale gas dan shale oil.
Pemerintah juga berusaha meningkatkan keragaman energi melalui perluasan penggunaan gas sebagai bahan bakar kendaraan bermotor dan kegiatan rumah tangga.
“Pengalihan BBM ke BBG kita harapkan dapat mengubah struktur APBN secara positif, utamanya bagi pengurangan ketergantungan terhadap minyak bumi,” kata Presiden.
Ketiga, SBY mengatakan Indonesia berusaha memperluas kemitraan antar negara dalam sektor pengelolaan migas, terutama ke negara-negara di wilayah Asia.
Langkah ini diambil berdasarkan pergeseran geopolitik perminyakan dunia dari negara-negara barat ke negara Asia sebagai pasar baru yang permintaannya terus meningkat.
“Ini tentu mempengaruhi kecenderungan fluktuasi harga minyak internasional yang selama ini ditentukan oleh kegiatan industri negara barat,” kata SBY.