Entertainment
Rabu, 1 Mei 2013 - 21:01 WIB

Slamet Suneo, Sulap Foto Usang Jadi Karya Lukis

Redaksi Solopos.com  /  Sumadiyono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Dua orang pengunjung sedang memperhatikan karya Slamet Sune dalam pameran yang digelar di Bentara Budaya Yogyakarta belum lama ini. (Harian Jogja/JIBI/Kurniyanto)

JOGJA—Foto foto lama yang terlalu lama disimpan dalam kadar kelembaban tinggi biasanya mengalami kerusakan dengan mengeluarkan bercak putih di beberapa titik lembaran foto. Warna asli yang muncul dalam foto itu pun memudar sehingga tidak sedap dipandang mata.

Dua orang pengunjung sedang memperhatikan karya Slamet Sune dalam pameran yang digelar di Bentara Budaya Yogyakarta belum lama ini. (Harian Jogja/JIBI/Kurniyanto)

Advertisement

Namun bagi Slamet Santoso, kerusakan yang ditimbulkan dari foto usang itu memiliki kekuatan tersendiri. Perupa jebolan seni lukis Institut Seni Indonesia angkatan 2005 itu justru menjadikannya sebagai tehnik baru dalam membuat karya lukis yang ia tunjukkan dalam pameran tunggalnya bertajuk Plakat Waktu di Bentara Budaya Yogyakarta (BBY), Jalan Suroto, Kotabaru. Dalam pameran yang berlangsung dari tanggal 30 April-8 Mei ini,  Slamet mengolah efek itu kedalam 21 karya lukisnya yang bernuansa klasik seolah mengajak imaji penonton untuk kembali ke masa lalu.

Sebanyak 21 lukisan yang dipamerkan sebagian besar menggambarkan bangunan gedung kuno serta pabrik kuno. “Kenapa saya menggunakan pabrik serta gedung kuno karena saya pikir dua objek ini memiliki kekuatan dalam menghadirkan nuansa klasik,” kata Slamet yang akrab disapa Suneo lantaran wajahnya mirip salah satu tokoh dalam serial kartun Jepang Doraemon kepada Harian Jogja di BBY, Rabu (1/5) di sela pameran.

Advertisement

Sebanyak 21 lukisan yang dipamerkan sebagian besar menggambarkan bangunan gedung kuno serta pabrik kuno. “Kenapa saya menggunakan pabrik serta gedung kuno karena saya pikir dua objek ini memiliki kekuatan dalam menghadirkan nuansa klasik,” kata Slamet yang akrab disapa Suneo lantaran wajahnya mirip salah satu tokoh dalam serial kartun Jepang Doraemon kepada Harian Jogja di BBY, Rabu (1/5) di sela pameran.

Menurut Slamet, bangunan gedung serta pabrik kuno yang ia lukis tersebut adalah bangunan cagar budaya yang ada di Jogja. Bangunan gedung serta pabrik itu,mulanya  ia potret dengan menggunakan kamera. Setelah dicetak, ia kemudian memercikkan air kedalam lembaran foto untuk menghasilkan efek rusak seperti yang terjadi dalam sebuah foto lama. “Hasilnya itu kemudian saya angkat kedalam kanvas,” katanya.

Dalam membuat efek foto rusak, lanjut Slamet sejatinya tidak ada cara khusus. Seperti yang dilakukan pelukis pada umumnya ia menggunakan aklirik diatas kanvas dengan sesekali menggunakan spidol serta menggunakan pisau palet. Hanya, kata dia, kelembaban antara cat yang dipergunakan diatas kanvas antara satu yang dengan lainnya tidaklah sama.

Advertisement

Slamet mengisahkan awal ketertarikannya untuk membuat efek foto rusak dalam karya lukisnya itu terjadi pada 2010 silam. Waktu itu, ia mendapati beberapa foto simpanan keluarganya rusak karena disimpan terlalu lama dalam tempat lembab. Rupanya kerusakan itu dipicu adanya percikan air yang disebabkan karena hujan yang turun. “Kebetulan genteng rumah saya waktu itu trocoh,” bebernya.

Usai mengetahui foto lamanya yang banyak memiliki kenangan keluarganya itu rusak ia mengaku kecewa karena kualitas warnanya menjadi memudar. Namun, disatu sisi foto itu memiliki nilai sejarah tinggi sehingga sangat sayang sekali jika harus dibuang begitu saja. “Problem ini saya rasa dirasakan oleh semua keluarga. Foto lama pasti banyak yang rusak tapi mereka sangat sayang jika foto itu harus dibuang,”terangnya.

Berangkat dari persoalan itu, ayah dua anak ini pun lantas tertarik untuk menjadikannya sebagai inspirasi dalam membuat karya lukis. Sekaligus juga dijadikan sebagai ciri khasnya dalam melukis. Apalagi,corak lukis Slamet itu memang belum banyak digunakan oleh perupa di Jogja.

Advertisement

“Perupa di Jogja terus berkembang pesat. Kalau tidak menciptkan sesuatu baru buat apa berpameran. Maka dengan gaya inilah saya berani melakukan pameran,” terangnya.

Pameran plakat waktu sekaligus menjadi pameran perdana bagi Slamet dalam memperkenalkan corak lukisnya yang ia sebut sebagai natural romantic itu. Melalui sentuhan dalam karya lukisnya itu ia seolah mengajak penonton untuk ikut masuk menjadi bagian dalam karya lukisnya.

Sebut saja karyanya yang berjudul Kilas Ruang Sejarah Waktu. Dalam kanvas berukuran 130 X 150 Centimeter itu tampak beberapa jendela sebuah gedung tua. Uniknya, bagian gedung itu muncul sejumlah angka dari 1-31 yang menghiasi permukaan gedung seperti angka dalam kalender bulanan. Usut punya usut, Slamet memang ingin menjadikan gedung tua itu sebagai memori kolektif bersama bagi penonton sesuai dengan pengalaman mereka masing masing tatkala melihat gedung itu.

Advertisement

“Kalau penontonya remaja barangkali tempat itu pernah digunakan sebagai tempat pacaran, atau jika penonton tua saat melihat gedung itu sebagai tempat bersejarah karena pernah dijadikan sebagai lokasi pertempuran dan masih banyak lagi,” terangnya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif