SOLO — Pasamuan Pasar Tradisional Surakarta (Papatsuta) meminta Dinas Pengelolaan Pasar (DPP) Kota Solo segera melakukan evaluasi pelaksanaan pembangunan pasar tradisional. Hal ini menyusul mangkraknya kios sejumlah pasar tradisional.
Ketua Papatsuta Aris Saputra kepada Solopos.com, Senin (15/4/2013), menilai konsep pembangunan pasar tradisional perlu dilakukan evaluasi secara menyeluruh. Menurutnya, banyaknya kios mangkrak terutama di lantai atas harus disikapi. Berdasarkan laporan yang diterima Papatsuta, dia menyebutkan sejumlah pasar yang mulai ditinggalkan pedagang di antaranya Pasar Kembang, Pasar Sidodadi, Pasar Pucangsawit dan Pasar Ayu.
“Ada sejumlah faktor kondisi pasar ditinggalkan pedagang. Satu karena tingkat perekonomian yang semakin rendah dan lainnya karena pembeli enggan naik ke lantai atas,” katanya.
Aris mengaku tidak bisa menyalahkan Pemkot dalam melaksanakan pembangunan pasar tradisional. Menurutnya misi pembenahan pasar tradisional lebih pada melestarikan keberadaan pasar tradisional agar tidak tergusur dengan gempuran pasar modern. Aris justru menilai terkadang perilaku masyarakat yang harus dibenahi.
“Masyarakat biasanya lebih suka yang instan. Tidak perlu naik ke lantai dua, ini yang harus dibenahi,” katanya.
Aris mencontohkan seperti halnya pembangunan Pasar Nusukan. Pedagang lantai dua memilih meninggalkan kios lantaran sepinya pasar.
Ditambahkannya dibutuhkan waktu hingga lima tahun untuk menghidupkan kembali pasar tersebut. Kini, dia menuturkan Pasar Nusukan sudah hidup dan ramai pembeli. “Butuh waktu lama dan ini butuh kesabaran dari pedagang,” katanya.
Di sisi lain, Aris menambahkan sepinya pasar biasanya disebabkan masih banyaknya pedagang oprokan yang menggelar dagangan di pasar. Hal ini mengakibatkan pembeli enggan masuk ke dalam pasar. Kondisi ini, lanjut Aris, terjadi pada Pasar Kembang di mana keberadaan pedagang oprokan merajalela di pinggir jalan. Aris menilai dibutuhkan langkah serius oleh Pemkot untuk menertibkan pedagang oprokan.