Kolom
Sabtu, 16 Maret 2013 - 12:00 WIB

GAGASAN: Pembangunan Berbasis Hak Asasi Manusia

Redaksi Solopos.com  /  Tim Solopos  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ignas Triyono Analis Masalah HAM di Kantor Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Daerah Istimewa Yogyakarta. (FOTO/Istimewa)

Ignas Triyono
Analis Masalah HAM
di Kantor Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia
Daerah Istimewa Yogyakarta. (FOTO/Istimewa)

Otonomi daerah memberi peluang luas kepada pemerintah daerah menentukan proses pembangunan. Namun, dalam praktiknya, berbagai aktivitas yang mengatasnamakan ”pembangunan” sering kali salah arah, bahkan kontraproduktif lantaran menafikan aspek hak asasi manusia (HAM).

Advertisement

Pemerintah daerah sering kali terperangkap formalitas dan sikap-sikap pragmatis, sekadar untuk mengembalikan, mempertahankan dan mengakumulasi modal ekonomi, sosial, kultural dan simbolisme. Spirit desentralisasi yang dibungkus promosi good governance awalnya memang memiliki tujuan mulia, yakni untuk mendekatkan rakyat kepada pengambilan keputusan di daerah.

Namun, dalam praktiknya, promosi good governance secara empiris belum berlangsung ideal karena sering kali dipolitisasi oleh elite di daerah. Akhirnya masyarakat lagi-lagi menjadi korban meluasnya spektrum pelanggaran HAM melalui kebijakan pembangunan yang tidak berperspektif HAM.

Ada satu yang hal yang tidak boleh dilupakan dalam mewujudkan pembangunan di daerah yakni pembangunan manusia seutuhnya melalui penghormatan norma-norma HAM dalam setiap kebijakan di daerah.  Jika norma-norma HAM tidak pernah menjadi pertimbangan maka ikhtiar untuk menghadirkan kesejahteraan rakyat akhirnya hanya menjadi ilusi.  Saat ini kesejahtaraan rakyat memang menjadi isu sentral tujuan bernegara. Namun, hingga kini hak kesejahteraan yang diimpi-impikan rakyat itu belum juga sepenuhnya hadir dan bisa dirasakan secara nyata.

Advertisement

Berbagai potret kemiskinan dan meroketnya angka pengangguran hanyalah salah satu contoh persoalan yang belum tuntas hingga hari ini. Data Bank Dunia menyatakan jumlah penduduk miskin di Indonesia pada 2013 mencapai 97,9 juta jiwa atau setara dengan 40 persen penduduk. Selama ini banyak bukti menunjukkan peningkatan kesejahteraan masyarakat lebih berorientasi produksi daripada mendistribusikan kesejahteraan.

Ironisnya, dengan mengatasnamakan pembangunan, program pemerintah tidak memberikan manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakat, tetapi justru mereduksi kemampuan swadaya lokal. Lihat saja bantuan modal usaha kepada masyarakat miskin. Di satu sisi memang telah berhasil mendongkrak angka-angka produksi namun kesenjangan makin melebar dan potensi masyarakat banyak yang tersungkur digerus modernisasi.

Ekonom Amartya Sen memaknai kemiskinan merupakan ketiadaan kebebasan dan keterbatasan ruang partisipasi yang menghalangi warga untuk terlibat proses penetapan kebijakan publik. Dalam situasi demikian, masyarakat berada dalam posisi tidak setara untuk mendapatkan akses ke sumber-sumber ekonomi produktif sehingga terhalang untuk memperoleh sesuatu yang menjadi hak mereka.

Advertisement

Kesenjangan pendapatan adalah gejala permukaan, sedangkan pangkal kemiskinan pada ketidakmerataan akses ke sumber daya ekonomi serta penguasaan aset dan kapital oleh kelompok kecil masyarakat. Situasi timpang ini melahirkan marginalisasi, ketiadaan hak memiliki, deprivasi dan eksklusi sosial sehingga masalah kemiskinan tak dapat diatasi hanya melalui kebijakan sementara dan sektoral.

Lantas, pendekatan pembangunan seperti apa agar hasilnya lebih efektif, berkelanjutan dan rasional bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat? Pembangunan berperspektif HAM adalah pendekatan yang diyakini membawa proses pembangunan ke arah perubahan karena akan meningkatkan partisipasi, kontribusi dan akuntabilitas, dengan mengidentifikasi secara spesifik tugas dan tanggung jawab negara sebagai pemangku kewajiban hak asasi atas pembangunan.

Pendekatan pembangunan berbasis HAM bukan berdasar pada skema ”belas kasih” negara atau pembangunan ekonomi semata, namun sebuah proses menyeluruh yang menguatkan dan memberdayakan siapa pun yang tidak bisa menikmati hak-hak untuk menuntut hak-hak mereka. Artinya, pembangunan bagi kesejahteraan diarahkan untuk bergerak dari skema ”belas kasih” negara ke arah pemenuhan kewajiban negara.

 

Strategi dan Proses

Sesungguhnya strategi pembangunan bagi kesejahteraan harus dengan tegas didasarkan pada hubungan yang erat antara strategi dan proses pembangunan dengan usaha-usaha untuk memajukan penghargaan terhadap HAM. Pembangunan haruslah berpusat pada rakyat dan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat untuk turut berpartisipasi dan berkontribusi.

Tujuan kesejahteraan tidak akan terwujud manakala hanya bersandar pada pertumbuhan ekonomi, namun harus diiringi pula dengan distribusi yang adil, meningkatkan kemampuan masyarakat, serta memberikan pilihan dan kesempatan seluas-luasnya kepada rakyat. Prioritas utamanya yakni memerangi kemiskinan, mengintegrasikan perempuan di dalam pembangunan serta penguatan masyarakat dan pemerintah daerah.

Itu sebabnya, dalam konteks kekinian, pembangunan bagi kesejahteraan rakyat tidak relevan lagi jika masih menggunakan pendekatan pemenuhan kebutuhan (need based approach). Pendekatan kebutuhan sifatnya terbatas, bahkan dipandang telah gagal memerangi kemiskinan dan penyalahgunaan kekuasaan. Masyarakat hanya ditempatkan sebagai ”objek pembangunan”, bukan menjadi ”subjek pembangunan”.

Yang paling ideal saat ini adalah pembangunan berbasis HAM (right based approach) yang harus menjadi pijakan semua aparatur pemerintah daerah. Tujuannya untuk memberi pengaruh bagi akuntabilitas dan keseimbangan dalam proses pembangunan. Akuntabilitas pembuat kebijakan adalah salah satu indikator penting dalam pendekatan pembangunan berbasis HAM.

Misalnya, pelaksanaan pembangunan kerap dihantui oleh korupsi. Namun, korupsi akan sulit berkembang jika terdapat akses terhadap informasi, kebebasan berpendapat, partisipasi dan akuntabilitas, serta terhadap semua aspek utama hak asasi lainnya. Dengan demikian, pendekatan pembangunan berbasis HAM akan memiliki kekuatan untuk melindungi strategi pembangunan dari dampak korupsi yang merugikan.

Dalam pendekatan pembangunan berbasis HAM, strategi pembangunan akan terfokus pada penggalian akar masalah sehingga intervensi lebih menyeluruh dan terintegrasi. Akar persoalan seperti kemiskinan akan memperoleh perhatian lebih, termasuk pada gejala ketidakberdayaan dan ketersingkiran kaum miskin secara sosial.

Pendekatan berbasis HAM juga menjadi penting dalam konteks pembangunan karena berpotensi memberdayakan masyarakat. Pembangunan harus bisa dipenuhi dan dinikmati oleh seluruh masyarakat, utamanya kaum miskin atau kelompok rentan. Disadari atau tidak, mereka kerap terpinggirkan dari menikmati hak-hak mereka dalam proses pembangunan.

Keterpinggiran kaum miskin dan rentan ini terutama karena masih seringnya mendapat perlakuan yang tidak setara dan diskriminatif. Mereka sering kehilangan akses untuk bisa berpartisipasi dan berkontribusi, maupun dalam menentukan dan mempertahankan keputusan yang akan berpengaruh dalam hidup mereka.

Pendekatan pembangunan berbasis HAM harus mengambil langkah-langkah untuk mengubah keadaan ini dengan cara menciptakan kerangka legal-institusional agar kaum miskin dan kelompok rentan bisa diperhatikan, dilindungi dan diberdayakan sebagai bagian dari masyarakat yang menjadi sentral dalam pembangunan.

Singkatnya, pendekatan berbasis HAM atas pembangunan merupakan upaya melakukan perubahan untuk memajukan hak sipil, politik, ekonomi, sosil dan budaya dalam masyarakat. Hal ini dimungkinkan karena pendekatan berbasis HAM menuntut adanya perubahan terkait soal kebijakan sosial dan ekonomi, hukum, alokasi sumber daya, partisipasi, kontribusi dan pemberdayaan masyarakat yang berujung pada kesejahteraan.

Kata kuncinya, kesejahteraan bisa diwujudnyatakan jika pemegang kebijakan di daerah punya niat tulus untuk membuka akses yang seluas-luasnya bagi rakyat untuk menikmati pembangunan sebagai hak asasi bagi semua.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif