News
Kamis, 14 Maret 2013 - 08:57 WIB

IMPLEMENTASI BOS: Penyimpangan Masih Tinggi

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

SOLO — Implementasi Bantuan Operasional Sekolah (BOS) hingga saat ini dinilai masih kurang tepat. Bahkan berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) pada 2008, enam dari sepuluh sekolah terbukti menyelewengkan BOS Rp13,7 juta.

Koordinator Divisi Monitoring Pelayanan Publik Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Hendri AA, mengatakan penyelewenangan dana BOS di berbagai daerah masih cukup besar.

Advertisement

“Hingga saat ini BPK memang belum melakukan audit BOS di sekolah lagi, tapi saya yakin penyelewengan semakin parah tahun ini, sebab tidak ada penambahan kebijakan,” katanya kepada wartawan seusai diskusi publik dengan yang diselenggarakan Yayasan Satu Karsa Karya (YSKK) di Kusuma Sahid Prince Hotel (KSPH) Solo, Rabu (13/3/2013).

Diskusi publik itu bertema Sejauhmana Pengawasan Masyarakat dalam Proses Penyelenggaraan Pendidikan di Sekolah. Dia menegaskan saat ini penggunaan dana BOS minim transparansi, tidak akuntabel dan tidak partisipatif. Laporan pertanggungjawaban (LPj) BOS sudah seharusnya menjadi dokumen terbuka yang bisa dikonsumsi dan diawasi oleh publik.

Dia berpendapat, seharusnya pembagian BOS tidak menggunakan sistem yang merata di semua wilayah. Kuota pembagian BOS tidak seharusnya berdasarkan jumlah siswa yang ada di sekolah saja. Sebab, antara wilayah satu dengan yang lain memiliki kebutuhan pendidikan dan kondisi geografis yang berbeda. Dengan mekanisme yang sekarang, menurutnya, menguntungkan daerah yang sudah kaya, namun tidak bagi daerah terpencil.

Advertisement

Anggota Komisi X DPR, Dedi S Gumelar, berpendapat pengawasan penggunaan dana BOS di daerah masih lemah.

“Sebab, otonomi pendidikan di Indonesia itu terpolitisasi secara lokal untuk kepentingan penguasa wilayah,” paparnya kepada wartawan seusai diskusi publik, Rabu.

Sebelum 2012, sambungnya, dana BOS dari pusat langsung ditransfer ke pemerintah kabupaten/kota. Penyaluran bantuan itu tidak efektif sebab sering kali tersendat. Dia menduga ada pihak atau pejabat di tingkat kabupaten/kota yang sengaja meraup untung kaum elit.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif