Khazanah
Sabtu, 9 Maret 2013 - 01:30 WIB

Bahagia Itu Bersyukur

Redaksi Solopos.com  /  Tim Solopos  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Warga Kadipiro, Solo, tertawa bersama untuk memperingati Hari Tertawa Internasional, beberapa waktu lalu. Tertawa adalah salah satu dari ekspresi bahagia.

Di siang yang terik, pria berkacamata hitam ini mengatur parkir di sekitar kompleks Masjid Agung Solo. Namanya Joko, usianya baru 26 tahun. Ia tampak ramah kepada siapa saja yang ditemuinya. Warga Pajang, Laweyan, Solo ini mengaku sudah tujuh tahun menjadi juru parkir.

Advertisement

Penghasilannya sebagai juru parkir tidak tentu, tergantung jumlah kendaraan yang parkir di halaman masjid tersebut. “Harus disyukuri, berapa pun,” kata dia sambil bersandar ke sepeda motor.

Ia mengaku tak punya banyak pilihan pekerjaan. “Ijazah SMP mau kerja di mana sulit, ya di sini Alhamdulillah diterima,” ujar dia.

Advertisement

Ia mengaku tak punya banyak pilihan pekerjaan. “Ijazah SMP mau kerja di mana sulit, ya di sini Alhamdulillah diterima,” ujar dia.

Meski begitu, ia mengaku cukup puas. Setiap hari, ia menabung puluhan ribu rupiah dan membagi rezeki ke ibunya. Tak lupa, ia mengikuti program sedekah harian di Masjid Sidodadi, dekat tempat tinggalnya. Hidup tak hanya urusan dan kebutuhan dunia namun juga akhirat.

“Saya suka program di situ banyak manfaat, warga yang tidak bisa, diajari kursus komputer, kursus nyetir,” imbuh dia.

Advertisement

Apapun profesi yang digeluti, setiap insan dapat memenuhi rasa bahagia dalam dirinya. Menurut salah satu pengurus Masjid Agung Solo, Abdul Basid, bahagia yakni selalu bersyukur dengan apa yang diterima, tidak mengeluh dan bersabar. Rumus seorang muslim yakni di kala mendapat nikmat, ia bersyukur, di kala mendapat cobaan, ia bersabar.

“Tawakal dan ikhtiar, misal yang terjadi tidak sesuai yang dipanjatkan [dalam doa],” terang Basid di rumahnya, Kauman, Solo.

Allah SWT selalu mengabulkan setiap permintaan hamba-hamba yang berdoa. “Allah lebih tahu yang terbaik bagi kita, kita minta sesuatu tapi dikasih yang beda karena itu lebih baik,” ujar dia. Demikian dalam hal pekerjaan, jika merasa kurang ideal untuk saat ini, cobalah bersabar dan berdoa.

Advertisement

Dalam ungkapan Jawa, sawang sinawang, menganggap orang lain yang memiliki kedudukan lebih bahagia daripada orang biasa. Ada juga yang berpandangan yang berharta melimpah lebih bahagia daripada yang tak berharta. Padahal standar itu belum dapat dijadikan ukuran kebahagiaan. Meski ada sisi positifnya yakni dengan banyak harta, fasilitas pendidikan dan kesehatan terpenuhi.

“Diukur ketakwaannya kepada Allah SWT, bukan keduniaan. Contoh Nabi Muhammad SAW dan para sahabat tidak cinta dunia. Kebahagiaan mereka adalah saat harta itu mampu digunakan untuk berdakwah.”

Inilah yang tak dimiliki oleh pemikiran materialistis yang mengukur jumlah aset dan harga sebagai ukuran kebahagiaan.

Advertisement

Kebahagiaan lain selain harta yakni keturunan dan ilmu. Keduanya bisa memiliki manfaat atau malah bumerang. Anak yang saleh dapat membahagiakan orangtua di dunia, juga sebagai amal yang tak putus saat orangtuanya meninggal. Sebaliknya, ia bisa jadi aib kala tak sesuai syariat Islam. “Ilmu juga membahagiakan, saat ia berbagi ke orang lain, bermanfaat ke orang lain.”

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif