News
Kamis, 7 Maret 2013 - 06:27 WIB

INDUSTRI LOGISTIK Indonesia Diprediksi Tumbuh 14,5%, Butuh Infrastruktur Penunjang

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pelabuhan Tanjung Mas di Semarang, salah satu pelabuhan utama di Indonesia. Industri logistik di Indonesia diyakini masih terus tumbuh dengan baik, namun membutuhkan dukungan penyediaan infrastruktur penunjang yang memadai. (JIBI/Solopos/Sunaryo Haryo Bayu)

Pelabuhan Tanjung Mas di Semarang, salah satu pelabuhan utama di Indonesia. Industri logistik di Indonesia diyakini masih terus tumbuh dengan baik, namun membutuhkan dukungan penyediaan infrastruktur penunjang yang memadai. (JIBI/SOLOPOS/Sunaryo Haryo Bayu)

JAKARTA – Frost & Sullivan memprediksi industri logistik di Indonesia tumbuh 14,5% menjadi Rp1.634 triliun pada 2013, namun infrastruktur yang belum memadai akan memperlambat pertumbuhan jika terus terjadi di tahun-tahun mendatang.
Advertisement

Vice President Transportation & Logistics Practice Frost & Sullivan Gopal R mengatakan tumbuhnya industri logistik ini didorong oleh inisiatif dan pembangunan industri logistik oleh pemerintah serta pertumbuhan ekonomi yang kuat. “Aliran modal yang kuat diharapkan dapat mendorong kegiatan manufaktur dan meningkatkan permintaan logistik di Indonesia. Namun infrastruktur yang belum memadai, konektivitas yang buruk, proses yang cenderung lama dan bertele-tele, berdampak pada mahalnya biaya sektor transportasi di Indonesia,” kata Gopal.

Gopal memprediksi bahwa perdagangan luar negeri Indonesia naik secara moderat sebesar 16,7% menjadi US$446 miliar pada 2013. “Kegiatan bisnis yang terkait dengan forwarding, pengapalan, dan pengangkutan barag melalui udara, laut, baik untuk ekspor dan impor, akan memperoleh keuntungan dari aktifitas perdagangan luar negeri yang tumbuh secara berkesinambungan,” katanya.

Frost & Sullivan memprediksi total volume kargo yang bergerak melalui laut Indonesia akan meningkat 6,1% mencapai 1 miliar ton pada 2013. Pelabuhan menguasai 90% dari total lalu lintas kargo non road di Indonesia. Namun, lanjutnya, industri pengapalan Indonesia kemungkinan terkena dampak melambatnya pertumbuhan global, terutama krisis Eropa dan turunnya permintaan dari China. “Meski demikian, industry ini diperkirakan mampu mempertahankan pertumbuhan yang stabil berkat permintaan domestik yang kuat dan ketersediaan kapal-kapal baru, khususnya untuk industri minyak dan batu bara,” tuturnya.

Advertisement

Prospek CIF
Executive Boad Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) Hutomo Lembito mengatakan disepakatinya ketentuan cost, insurance and freight (CIF) dalam kegiatan ekspor yang menggunakan kapal laut akan mendongkrak volume angkutan ekspor dengan kapal sebesar 10%-15%. “Ketentuan CIF ini akan sangat membantu peningkatan volume angkutan ekspor kapal dari dalam negeri,” tuturnya.

Menurut Hutomo, perlu ditentukan komoditas yang wajib menggunakan ketentuan CIF saat ekspor dengan menggunakan moda kapal laut, yakni batu bara dan crude palm oil (CPO) atau minya sawit mentah. “Mengapa harus memilih CPO dan batu bara, karena Indonesia sebagai penghasil utama dunia untuk kedua komoditas ini. Untuk Batubara, Indonesia dan Malaysia berkontribusi 80% terhadap produksi dunia, Indonesia menyumbang 47% dan Malayaia 33%,” katanya.

Soal komoditas untuk CIF ini, Ketua Umum DPP Indonesia National Shipowners Association (INSA) Carmelita Hartoto mengatakan ada tiga komoditas utama yang dapat diangkut kapal menggunakan ketentuan CIF, yakni batu bara, CPO dan iron ore (bijih besi). “Kita buat target awal, untuk komoditas menggunakan ketentuan CIF yang merupakan upaya untuk beyond cabotage ini adalah untuk batu bara, CPO dan iron ore. Kapal-kapal kita mampu kok mengangkut barang-barang ekspor. Kapal saya misalnya, Andika Lines, sudah membawa muatan ke India, China,” kata Carmelita yang juga Wakil Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif