News
Rabu, 27 Februari 2013 - 12:40 WIB

Industri Tekstil Didorong Pakai Teknologi Ramah Lingkungan

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Seorang pramuniaga toko kain sedang menata barang dagangan di pusat perdagangan tekstil Beteng Trade Center, Solo. (Solopos.om-Dok.)

Seorang pramuniaga toko kain sedang menata barang dagangan di pusat perdagangan tekstil Beteng Trade Center, Solo. Produsen tekstil diimbau menggunakan teknologi dan bahan baku ramah lingkungan dalam rangka memenuhi persyaratan eco labelling. (JIBI/SOLOPOS/dok)

SOLO — Industri tekstil di Indonesia didorong untuk menggunakan peralatan ramah lingkungan. Pasalnya, industri tekstil berkontribusi sekitar 17%-18% bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Advertisement

Humas Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jawa Tengah, Liliek Setiawan mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 2012 mencatatkan pertumbuhan perekonomian terbaik kedua di dunia setelah China. Saat ini pertumbuhan ekonomi di China sedang mengalami penurunan (slowing down). Pasalnya, tingkat polusi dan pencemaran di negara tirai bambu itu sudah terlalu tinggi. Indonesia, yang mengekspor sekitar 8% bahan tekstil dapat memanfaatkan peluang tersebut.

“Meski sudah lama dilabeli sebagai industri sunset, industri tekstil terus berkembang di Indonesia. Untuk bisa bersaing dengan negara lain perusahaan tekstil harus menjadi industri ramah lingkungan,” ujarnya. Menurut Liliek, peluang usaha ekspor tekstil dan produk tekstil dari Indonesia masih cukup besar. Selama ini, negara tujuan ekspor itu masih berada di Jepang dan Eropa. Namun, pengusaha tekstil di Indonesia juga harus memerhatikan perkembangan usaha itu tanpa merusak bumi.

“Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) terus mensosialisasikan eco labeling ke berbagai daerah. Saat ini mereka mengadakan workshop yang dihadiri forum API Jateng. Kami harapkan ada win win solution dalam acara ini,” ujarnya.
Kesiapan industri tekstil, lanjutnya, terutama di Soloraya saat ini masih minim. Pengusaha tekstil baik di level UMKM maupun skala besar terkendala pada masalah pendanaan. Biaya modal yang dikeluarkan untuk mengganti peralatan ramah lingkungan itu cukup besar. Bagi pelaku UMKM, mereka dapat menyiasati permodalan itu dengan membentuk cluster usaha. Pinjaman modal dapat diakses melalui kegiatan corporate social responsibility (CSR) perusahaan maupun bank.

Advertisement

“Kami sudah cukup terbebani dengan masalah klasik kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) dan upah minimum kabupaten/kota (UMK). Jika tidak didukung dengan kebijakan subsidi akan berat,” keluhnya.

Liliek menyampaikan Kementerian Lingkungan Hidup (KHL) memberikan fasilitas swadeklarasi atau sertifikasi melalui jalur sendiri. Swadeklarasi ini mempermudah pengusaha untuk mendapatkan sertifikat eco labeling. Dari 400 perusahaan anggota API Jateng, perusahaan yang memiliki sertifikat eco labeling ini masih minim. Apalagi, lanjut Liliek perusahaan yang belum tergabung dalam API jumlahnya jauh lebih banyak.

Sementara itu, Kementerian Lingkungan Hidup sudah menerapkan peraturan sertifikasi ramah lingkungan untuk berbagai industri sejak tahun 2000. Kepala Bidang Teknologi Ramah Lingkungan Asisten Deputi Standardisasi dan Teknologi Kementerian Lingkungan Hidup Arif Wibowo mengatakan berdasarkan data yang ada, belum ada satu pun industri tekstil yang mendapat predikat ramah lingkungan.

Advertisement

“Kami sudah gulirkan sejak lama, tapi hingga kini belum ada implementasinya,” ujarnya.

Menurutnya, persoalan utama minimnya industri tekstil ramah lingkungan itu karena belum adanya komitmen dari perusahaan. Perusahaan tekstil, lanjutnya, membutuhkan sumber daya air dan energi yang besar. Ramah lingkungan dapat diaplikasikan dalam penghematan air dan energi. Perusahaan juga dapat melakukan daur ulang limbah yang dihasilkan dan mengurangi efek rumah kaca.

Arif juga mengklaim pemerintah juga memberikan beberapa kemudahan bagi pengusaha untuk menjadi perusahaan ramah lingkungan. Pemerintah memberikan insentif finansial dan nonfinansial. Insentif nonfinansial diberikan dalam wujud pembebasan pajak untuk impor teknologi ramah lingkungan. Sedangkan insentif finansial seperti pemberian pinjaman lunak bagi perusahaan. Selain itu pengusaha bisa melakukan swadeklarasi, yaitu mendeklarasikan dirinya sendiri sudah bebas dari zat kimia berbahaya.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif