Soloraya
Selasa, 19 Februari 2013 - 22:43 WIB

FLU BURUNG: 19 Kecamatan di Wonogiri Endemis

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi peternakan unggas. Belakangan ini kasus flu burung menyerang unggas kian merebak. (Dok/JIBI)

Ilustrasi peternakan unggas. Belakangan ini kasus flu burung menyerang unggas kian merebak. (Dok/JIBI)

WONOGIRI–Sebanyak 19 kecamatan dari 25 kecamatan di Kabupaten Wonogiri dinyatakan endemis kejadian flu burung alias avian influenza (AI). Penetapan itu berdasarkan data kejadian flu burung dalam tiga tahun terakhir.

Advertisement

Sembilan belas kecataman dimaksud adalah Selogiri, Wonogiri, Wuryantoro, Eromoko, Pracimantoro, Manyaran, Giritontro, Baturetno, Batuwarno, Tirtomoyo, Nguntoronadi, Ngadirojo, Jatipurno, Jatisrono, Kismantoro, Sidoharjo, Slogohimo, Bulukerto dan Puhpelem.

Kepala Bidang (Kabid) Kesehatan Hewan, Surip Surono, mewakili Kepala Dinas Peternakan Perikanan dan Kelautan (Disnakperla) Wonogiri, Rully Pramono Retno, menjelaskan 19 kecamatan endemis flu burung itu mendapat pengawasan ketat. Kecamatan-kecamatan tersebut menjadi lokasi utama lalu lintas ternak dari luar daerah.

“Diawasi ketat. Setiap ada kejadian langsung kami minta melapor. Disinfektan juga dipastikan harus selalu tersedia, karena berdasarkan pengalaman tahun-tahun yang lalu di kecamatan itu selalu ada temuan unggas mati karena AI,” ungkap Surip, kepada Solopos.com, Selasa (19/2/2013).

Advertisement

Virus Mengancam

Surip melanjutkan musim hujan yang masih terus berlangsung menjadi ancaman karena mendukung perkembangan virus flu burung. Hal itu tampak dari mulai masuknya laporan kematian unggas dalam dua pekan terakhir.

Berdasarkan laporan dari sejumlah petugas peternakan di kecamatan, kematian unggas, khususnya ayam, mulai marak terjadi di Kecamatan Nguntotonadi, Ngadirojo, Selogiri dan Wonogiri. Empat kecamatan tersebut termasuk kecamatan endemis flu burung. Sayangnya, dia mengatakan petugas itu tidak melaporkan detail jumlah kematian unggas.

Advertisement

Menurut dia, pemilik unggas yang mati mendadak memang cenderung menutupi kejadian itu dan baru melaporkan kejadian selang satu atau dua pekan setelah kejadian untuk meminta desinfektan.

“Kebanyakan unggas mati dikubur baru dilaporkan karena membutuhkan disinfektan. Yang seperti ini sebenarnya kami sayangkan. Seharusnya ada kejadian, langsung lapor,” tegas Surip.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif