Angkringan
Minggu, 17 Februari 2013 - 11:17 WIB

Ngajak Pak SBY Jalan-jalan

Redaksi Solopos.com  /  Jumali  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

 

“Apa keinginan Pakdhe saat ini?” tiba-tiba pertanyaan itu meluncur dari mulut Rukijo yang baru saja selesai mengunyah bakwan di Angkringan Pakdhe Harjo.

Advertisement

”Kok aneh pertanyaanmu Jo? Apa menurutmu aku akan segera mati kok tanya begitu?” ujar Pakdhe Harjo yang terkejut dengan pertanyaan nyleneh itu.
”Ha..ha..ha..enggak begitu Dhe. Cuma tanya saja siapa tahu ada keinginan yang aneh dari jenengan. Pengin kaya raya misalnya. Atau pengin ganti profesi tidak lagi jadi penjual angkringan atau apalah,” ujar Rukijo lagi.
”Namanya manusia juga pasti punya banyak keinginan to Jo. Masa disebutkan satu-satu,” jawab Pakdhe Harjo sembari bangkit dari duduknya untuk menambah arang di tungkunya.
”Kalau aku punya keinginan aneh Dhe,” kata Rukijo lagi.
”Apa itu?” dengan datar tanya itu meluncur. Pakdhe Harjo kembali duduk di tempat semula.
”Pengin ngajak jalan-jalan Pak SBY,” Rukijo berkata dengan mantap.
”Ha..ha.ha…” kali ini Pakdhe Harjo yang gantian tertawa. Noyo yang ada di tempat itu pun ikut tertawa.
”Wandamu kaya gitu mau ngajak jalan-jalan Presiden. Ngimpi wae banget Jo…Jo…” Noyo mengeluarkan pendapatnya.
”Ya namanya keinginan kan ya oleh-oleh wae to. Mbuh kelakon apa ora jeneng keinginan. Bebas,” Rukijo membela diri.
”Lha terus mau kamu aja jalan-jalan ke mana Pak SBY?”
”Gini Dhe..” Noyo memulai bualannya malam itu.
”Aku membayangkan pada suatu malam aku datang ke Cikeas. Aku ketuk pintu rumah Pak SBY. Terus tak ajak jalan-jalan. Tetapi tidak usah bawa pengawal dan wartawan. Pokoknya Cuma berdua saja.”
”Ibu Presiden tidak ikut?” sela Noyo.
”Ya kalau Bu SBY boleh lah kalau mau ikut. Tetapi kalau pengawal tidak boleh,” Rukijo terus berhayal.
”Terus mau kamu ajak ke mana??” Pakdhe Harjo tanya lagi.
”Pertama aku mau ajak nengok Jamal,” kata Rukijo.
”Jamal siapa?”
”Halah, itu lho No, sopir angkot yang ditahan polisi gara-gara penumpangnya lompat terus mati,” jawab Rukijo yang hanya dijawab dengan manggut-manggut oleh Noyo.
”Terus,” entah kenapa Pakdhe Harjo justru hanyut dalam khayalan Rukijo.
”Terus aku mau tanya ke Pak Presiden. ’Pak, Jamal si sopir angkot ini ditahan tetapi kenapa anaknya Pak Menteri yang juga besan jenengan itu nabrak orang sampai mati dua kok tidak ditahan. Adil apa tidak ya Pak?’ begitu,” kata Rukijo.
”Lha kan anaknya Pak Menteri sakit tho gara-gara nabrak. Tekanan batin jadi sakit. Kalau dijawab gitu gimana?” kata Noyo.
” Waaa, semua orang habis kecelakaan juga sakit dan tertekan lho Pak. Jamal ini juga pasti shock karena penumpangnya mati. Aku jawab begitu. Selama ini hampir semua pelaku kecelakaan yang mengakibatkan orang mati itu ditahan lho. Kenapa ini tidak?” seloroh Rukijo lagi. Pakdhe Harjo hanya tersenyum kecil. ”He he he…terus habis itu diajak ke mana lagi?”
“Hmmm… ke mana ya?” sejenak Rukijo berpikir.
“Ajaken menemui Angelina Sondakh, Jo,” usul Noyo.
”Ya ya ya. Boleh juga. Lalu aku ajak ke Gunungkidul untuk melihat orang yang mati bunuh diri. Sebagian mereka kan bunuh diri karena miskin. Terus aku tanya ’Kenapa orang yang jelas-jelas mencuri duit rakyat belasan miliar kok cuma dihukum 4,5 tahun? Padahal kalau tidak dikorupsi duitnya bisa buat bikin lapangan pekerjaan dan mengentaskan ribuan orang miskin. Sementara banyak orang yang putus asa karena kemiskinan dan akhirnya bunuh diri.”
Sejenak Rukijo menghentikan khayalannya. Ditenggaknya teh di gelas hingga habis.
”Akan aku ajak juga ke Kali Gendol,”
”Lha ngopo ke Gendol? Diajak nonton banjir lahar?” tanya Noyo.
”Bukan. Aku ajak melihat para penambang pasir yang bekerja keras dan risikonya nyawa tetapi tidak pernah sedikit-sedikit mengeluh. Nah habis dari Gendol, aku ajak ke….”
”Wis wis wis…Jo. Tidak usah diteruskan khayalanmu itu. Intinya kamu cuma mau bilang banyak ketidakadilan di negara ini to? Basi! Sudah banyak yang ngomong hal seperti itu sejak dulu kala. Harusnya tidak usah diajak jalan-jalan Pak SBY juga sudah tahu. Kalau tidak tahu ya kebangeten. Masa Presiden hal-hal kayak gitu kok tidak tahu,” sergah Noyo.
”Lagian juga tidak mungkin juga kamu bisa ngajak Pak Presiden untuk urusan-urusan macam itu. Apalagi beliaunya sedang sibuk. Mending ngurus partai dari pada ngurus awakmu,” sambung Pakdhe Harjo yang disusul dengan tawa renyah mereka.
“Ya kita orang-orang kecil ini kan bisanya berkhayal to Pakdhe. Selama berkhayal bukan masuk kategori subversif ya gak apa-apa tho,” ujar Noyo menutup pembicaraan tanpa arah malam itu.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif