Kolom
Rabu, 30 Januari 2013 - 10:07 WIB

GAGASAN: Mahatma Gandhi Tak Meninggalkan Gading

Redaksi Solopos.com  /  Tim Solopos  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Awhan Satriyo
Pemerhati masalah sosial,
budaya dan olahraga
Alumnus Lembaga Pelatihan
Jurnalistik SOLOPOS (LPJS). (FOTO/Istimewa)

Tanggal 30 Januari, 65 tahun silam, dunia meratapi kematian Mahatma Gandhi akibat tindak kekerasan. Gandhi tewas tertembak di New Delhi, India. Dia dibunuh dari jarak dekat oleh pemuda yang tak sepaham dengan pemikirannya. Pemuda itu bernama Nathuram Godse.

Advertisement

Namun, ajaran Gandhi tentang jalan menuju kebenaran (satyagraha) dan perjuangan antikekerasan (ahimsa) terus bergema sampai saat ini dan akan terus bergaung selama kekerasan masih terjadi di dunia.

Mahatma Gandhi yang dikenal sebagai tokoh gerakan kemerdekaan dan tokoh spiritual India  terlahir di India, 2 Oktober 1869, dengan nama Mohandas Karamchand Gandhi. Ia dikenal sebagai figur yang memperjuangkan kemanusiaan dengan konsep ahimsa–tanpa kekerasan.

Melalui perjuangannya, kasta Sudra, yaitu golongan kelas bawah atau budak di India, yang sebelumnya dikucilkan mulai mendapat perlakuan adil.

Advertisement

Saat remaja, Gandhi pergi ke Inggris untuk mempelajari hukum. Ia mengawali kariernya sebagai seorang pengacara di Afrika Selatan. Di Afrika Selatan ia menemukan berbagai persoalan rasial untuk pertama kalinya.

Suatu ketika, di kereta api menuju Pretoria, Gandhi diminta meninggalkan kursi penumpang kelas satu yang ditumpanginya meskipun ia telah membayar tiket. Kondektur kereta api yang berkulit putih itu dengan sinis mengatakan bahwa selain orang kulit putih tidak diperkenankan menempati kursi kelas utama.

Tetapi, Gandhi menolak dan bersikeras untuk tetap menempati kursi yang telah dibayarnya itu. Sang kondektur menurunkan Gandhi di sebuah stasiun kecil karena penolakan itu.

Konon, itulah salah satu kejadian yang kemudian membuatnya selalu berjuang untuk keadilan. Dia selalu mencontohkan bahwa ketidakadilan dapat dilawan tanpa melakukan kekerasan.

Advertisement

Semasa di Afrika Selatan, Gandhi mulai mengembangkan idenya yang disebut ahimsa atau antikekerasan dan mengajarkan orang-orang India yang hidup di sana bagaimana menerapkan ahimsa untuk mengatasi berbagai ketidakadilan yang mereka alami.

Kekerasan

Sejak dahulu dunia tak sepi dari tindak kekerasan, baik kekerasan alam maupun kemanusiaan. Kekerasan kemanusiaan yang berupa perang menjadi penghalang terwujudnya perdamaian. Lihat saja, bagaimana perang di Tunisia, Libya, Suriah, Palestina dan Mesir.

Kali ini, saya akan memberikan gambaran bahwa langkah tanpa kekerasan sebenarnya telah memberi tekanan yang lebih efektif ke arah penurunan konstelasi tindakan dengan kekerasan.

Advertisement

Perjuangan dengan kekerasan ternyata telah mengasingkan para pendukungnya dan memberi alasan kepada penguasa untuk menggunakan kekerasan yang lebih besar. Harapan untuk membuat kekerasan menjadi sekecil mungkin tergantung pada keberhasilan upaya mengembangkan metode perjuangan damai.

Dalam kaitan ini, Soedjatmoko, tokoh nasional yang pernah tinggal di Solo dan pernah menjabat sebagai duta besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat (1968-1971), mengatakan bahwa dunia yang bebas dari kekerasan bukanlah dunia yang bebas dari konflik.

Dunia ini penuh dengan konflik yang muncul dari penolakan terhadap kebebasan, hak-hak, kebutuhan dan ungkapan diri. Harus jelas bahwa menanggalkan kekerasan tidak berarti menghentikan perjuangan melawan kondisi-kondisi yang tidak adil dan menindas.

Metode perjuangan alternatif yang telah terbukti adalah perjuangan tanpa kekerasan (nonviolence). Perjuangan tanpa kekerasan bukan hanya merupakan gagasan melainkan taktik atau bahkan strategi.

Advertisement

Efektivitasnya sebagai suatu strategi bagi mereka yang tidak cukup bersenjata dan dana telah berkali-kali ditunjukkan dalam gerakan kemerdekaan Quit-India dan gerakan kulit hitam di Amerika Serikat.

Di Filipina, pada awal 1980-an, pemerintahan Ferdinand Marcos yang didukung angkatan bersenjata tidak mampu membendung demonstrasi besar-besaran yang dipimpin Corazon Aquino.

Revolusi Iran juga merupakan revolusi tanpa kekerasan. Suatu revolusi yang berlangsung melalui demonstrasi rakyat, khotbah, kaset, yang semuanya bermuara pada penyusutan dukungan secara besar-besaran terhadap pemerintahan Shah Reza Pahlevi.

Dalam pandangan Soedjatmoko, berbeda dari kekuatan kasar, perjuangan tanpa kekerasan menaruh sikap hormat terhadap moralitas lawannya. Hal itu tidak tergantung pada kebencian, agresi dan ketaatan buta untuk memberi motivasi kepada pelaku-pelakunya.

Perjuangan tanpa kekerasan telah mempersatukan moralitas menyangkut pemanfaatan sarana dan pencapaian tujuan. Perjuangan tanpa kekerasan tidak mematikan akal tetapi membebaskannya dari kelembamannya. Dalam proses tersebut, ia membuka pintu ke arah negosiasi dan membangun sistem saling mempercayai yang lebih mapan.

 

Advertisement

Senjata Kaum Lemah

Perjuangan tanpa kekerasan akan menggerakkan upaya mengurangi kekerasan. Perjuangan tanpa kekerasan sering digambarkan sebagai senjata kaum lemah. Hal ini benar hanya dalam arti persenjataan komparatif dan dana pendukung. Bagaimana pun penguasa memiliki ini.

Mengadang mortir hanya dengan tubuh seseorang menuntut keberanian dan membawa risiko yang lebih besar. Ibarat pasukan yang dikirim ke medan perang, kita bisa menang jika pasukan banyak, tetapi musuh dengan senjata lebih baik akan mudah mengalahkan kita walau jumlahnya lebih sedikit.

Perjuangan tanpa kekerasan merupakan perjuangan yang tidak gampang, tidak bebas risiko dan tidak selalu berhasil. Mahatma Gandhi, menurut Soedjatmoko, memiliki anggapan bahwa tiadanya kepercayaan diri merupakan rintangan paling besar bagi aksi antikekerasan.

Gandhi memahami bahwa penciptaan masyarakat tanpa kekerasan dimulai dari pengembalian harga diri seorang individu dan dari sana melangkah terus menuju suatu pengembangan ketangguhan sosial yang lebih luas.

Ketangguhan dalam masyarakat merupakan kualitas yang memungkinkan para warga dan berbagai pranata berinteraksi dalam situasi di mana konflik-konflik tidak perlu meledak dalam kekerasan. Hal itu beroperasi dalam suatu ruang yang dibentuk oleh segitiga: perubahan, keadilan dan tata keteraturan.

Menurut Gandhi, ketangguhan memungkinkan suatu bangsa dapat menyesuaikan diri dengan perubahan tanpa kehilangan identitas budayanya. Ketangguhan memungkinkan bertambahnya kepercayaan terhadap suatu sistem keadilan, bahkan dengan segala cacat yang melekat pada sistem tersebut.

Satu atau serangkaian ejekan terhadapnya tidak akan menimbulkan penolakan terhadap sistem itu secara keseluruhan. Sekarang terbukti, bagaimana runtuhnya diktator Tunisia, Mesir, Libya dan diakuinya kedaulatan Palestina oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) adalah melalui perjuangan antikekerasan.

Biaya fisik, psikologis, dan moral dari antikekerasan ini sedemikian besarnya, sehingga suatu bentuk perjuangan politik harus militan, dipertimbangkanan dan upaya penerapan yang lebih serius.

Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang dan Mahatma Gandhi mati tidak meninggalkan gading, melainkan ajaran luhur tentang jiwa kasih sayang tanpa kekerasan dan jalan menuju kebenaran. Bagaimana menurut Anda ?

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif