Sebagai aktivis pejuang hak-hak kaum pinggiran, Wahyu dinilai sosok yang jeli dalam menentukan isu. Salah satunya ketika ia menjatuhkan pilihannya untuk fokus pada penanganan masalah hak-hak kaum buruh dan perdagangan manusia.
“Dulu di 1980-1990-an, isu perburuhan dan perdagangan manusia belum begitu seksi. Namun, Wahyu sudah tahu bahwa isu itu akan menjadi bom waktu suatu saat,” kata Imron Rosyid, rekan Wahyu dalam berbagai diskusi, Minggu (20/1).
Kejelian Wahyu dalam menentukan sudut pandang perjuangan itu, menurut Imron, tak terlepas dari tradisi intelektual yang dibangun Wahyu sejak awal. Saat menjadi mahasiswa, kata Imron, Wahyu tak hanya dikenal mampu mengorganisasi masyarakat, juga sebagai pelopor diskusi-diskusi di luar kampus.
“Saat itu, tulisan-tulisan Wahyu sudah kerap nongol di Majalah Prisma yang saat itu masih menjadi bacaan mahasiswa sangat bergengsi,” terangnya.