JOGJA—Ratusan mahasiswa, guru, dan dosen bahasa Jawa yang mengatasnamakan Forum Peduli Bahasa Daerah (FPBD) melakukan aksi unjuk rasa menolak penghapusan mata pelajaran bahasa daerah dalam Kurikulum 2013.
Dengan menggunakan pakaian adat jawa berupa surjan dan kebaya, mereka beraksi di depan Gedung DPRD DIY (15/1/2013). Sebelumnya mereka berjalan long march dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY). Aksi teatrikal juga digelar untuk menunjukan penolakan itu.
Kordinator Aksi Suwardi Endraswara mengatakan kalangannya menyesalkan tak masuknya bahasa daerah dalam draf kurikulum 2013 sebagai muatan lokal. Bahasa daerah itu justru masuk sebagai bagian dari pelajaran seni dan budaya.
Kordinator Aksi Suwardi Endraswara mengatakan kalangannya menyesalkan tak masuknya bahasa daerah dalam draf kurikulum 2013 sebagai muatan lokal. Bahasa daerah itu justru masuk sebagai bagian dari pelajaran seni dan budaya.
Hal itu menurutnya sama saja hanya memberikan porsi yang sedikit bagi siswa untuk mempelajari bahasa daerah. Padahal, bahasa daerahseharusnya dikedepankan karena memiliki muatan budaya.
Penghapusan ini meresahkan guru-guru yang telah mewajibkan materi itu sebagai muatan lokal.
Sebelumnya, ia mengaku FPBD sudah menyampaikan tuntutannya tersebut kepada Komisi X DPR, mengingat draf kurikulum sudah masuk ke tangan legislatif. Penolakan juga sudah disampaikan langsung kepada mantan menteri pendidikan Bambang Sudibyo.
Apabila tuntutan tidak didengar, langkah selanjutnya adalah melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Penghapusan kurikulum oleh
Pemerintah, akan dibenturkan dengan Pasal 32 ayat 2 UUD 1945 yang menyebutkan negara menghormati dan memelihara bahasa daerah sebagai kekayaan nasional.
Seorang mahasiswa UNY Ihwan Januar Sulistyono yang mengikuti aksi itu mengaku heran dengan kebijakan itu. Kebijakan itu dikeluarkan tanpa menimbang keadaan yang sebenarnya, di mana banyak generasi muda yang mulai enggan mempelajari bahasa daerahnya sendiri.
“Alih- alih belajar bahasa inggris, jati diri bangsa justru akan semakin terlupakan,”tuturnya.
Anggota DPRD Sukamta mengatakan, pihaknya akan memperjuangkan aspirasi tersebut. Sebagai daerah istimewa, bahasa daerah nanti akan menjadi mata pelajaran yang berdiri sendiri.
Untuk itu, Dewan berupaya memasukan hal itu dalam peraturan daerah istimewa (perdais) terutama pada pilar kebudayaan.