Redaksi Solopos.com / R. Bambang Aris Sasangka | SOLOPOS.com
Menteri Pertahanan Prancis, Jean-Yves Le Drian menegaskan keputusan dramatis Prancis pada Jumat untuk menyerang sebuah konvoi pasukan pemberontak bersenjata berat yang tengah menuju wilayah selatan telah berhasil mencegah pemberontak menyerbu dan menguasai Ibukota Bamako. Negara-negara Barat khawatir kelompok milita terkait Al Qaeda itu bakal menggunakan Mali sebagai basis untuk beroperasi di kawasan barat Afrika, dan memperkuat jaringan dengan kelompok Al Qaeda lainnya di Yaman, Somalia dan Afrika Utara.
Le Drian menyatakan Prancis yang dulu menjajah Mali itu terus melakukan serangan bom di berbagai posisi kelompok-kelompok pemberontak, yang sejak April tahun lalu menguasai kawasan utara yang didominasi padang pasir. “Serangan berlangsung terus sekarang, beberapa selamal dan akan ada lebih banyak lagi besok,” tegas dalam wawancara dengan TV Prancis. “Presiden sangat bertekad membasmi semua teroris ini yang mengancam Mali, negeri kita sendiri dan Eropa,” tegasnya.
Ditambahkannya, hari Minggu ini Prancis menambah 80 personel lagi ke Mali sehingga jumlah total personel militer negeri itu menjadi 550 orang yang ditempatkan di Bamako dan Kota Mopti, sekitar 500 km di sebelah utara. Operasi udara juga akan diperkuat oleh pesawat tempur tercanggih Prancis, Rafale.
beberapa jam setelah memulai operasi udara di Mali, pasukan komando Prancis juga berupaya membebaskan seorang sandera warga Prancis yang ditahan kelompok pro Al Qaeda di Somalia, Al Shabaab. Namun operasi itu gagal dan si sandera terbunuh bersama seorang personel pasukan Prancis. Seorang pilot helikopter Prancis juga tewas Jumat lalu saat pesawatnya ditembak pemberontak di Mali.