Umum
Jumat, 11 Januari 2013 - 09:00 WIB

GAGASAN: Menjadi Orang Baik

Redaksi Solopos.com  /  Tim Solopos  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Kholilurrohman Dosen Fakultas Usuluddin dan Dakwah IAIN Surakarta. (FOTO/Istimewa)

Kholilurrohman
Dosen Fakultas Usuluddin
dan Dakwah
IAIN Surakarta. (FOTO/Istimewa)

Ketika Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Menneg BUMN) Dahlan Iskan melempar kursi dan membuka pintu tol kemudian menyuruh para pengguna jalan tol yang macet itu agar segera lewat, seolah-olah dia mendapat tepuk tangan dari masyarakat Indonesia. Ketika itu, warga negeri ini seolah-olah merasa ada seseorang yang menjadi Superman dan menyelesaikan problem yang sangat ruwet di negeri ini.

Advertisement

Namun, ketika Dahlan Iskan tersandung masalah karena mobil listrik yang dia kemudikan menabrak tebing, bagaimana reaksi masyarakat yang dulu pernah bertepuk tangan  dan memujinya? Ada yang berkomentar: kasihan dia [Dahlan Iskan] karena sedang terlibat hukum. Semoga ia  selamat dan bisa membantu negeri ini menjadi lebih baik.

Ada pula yang berkomentar: sayang sekali, Pak Dahlan yang merelakan diri menjadi orang baik ternyata memakai nomor pelat palsu dan menguji sesuatu yang bukan bidangnya. Dan ada juga yang berkomentar: itulah akibat orang usil yang suka menjahili urusan orang lain, urusan sendiri tidak beres.

Advertisement

Ada pula yang berkomentar: sayang sekali, Pak Dahlan yang merelakan diri menjadi orang baik ternyata memakai nomor pelat palsu dan menguji sesuatu yang bukan bidangnya. Dan ada juga yang berkomentar: itulah akibat orang usil yang suka menjahili urusan orang lain, urusan sendiri tidak beres.

 

Maksum

Advertisement

Misalnya, ketika Nabi Ibrahim AS berdebat dengan Raja Namruj. Dalam debat itu Nabi Ibrahim bisa saja dianggap sebagai seseorang yang bohong karena ketika ditanya: wahai Ibrahim, siapa yang menghancurkan berhala-berhala ini? Ibrahim menjawab: itu [berhala] yang paling besar. Mengapa Nabi Ibrahim tidak menjawab: saya? Bukankah seharusnya Nabi Ibrahim menjawab: saya yang melakukan wahai Raja Namruj?

Dalam khazanah Islam, khususnya dalam ilmu logika (mantik), ucapan Nabi Ibrahim tidak dianggap berbohong karena Nabi Ibrahim mengatakan: itu yang paling besar. Berhala terbesar tidak dihancurkan Nabi Ibrahim. Bahkan, kapak yang digunakan Nabi Ibrahim untuk menghancurkan berhala-berhala kecil dikalungkan di leher berhala terbesar. Kekuatan logika inilah yang digunakan Nabi Ibrahim.

Dahlan Iskan dalam masalah pelat nomor dengan jujur mengatakan: saya salah. Dan ini perlu diapresiasi dengan baik. Hanya saja, mengapa ada pejabat sekelas menteri melakukan kesalahan yang ”fatal”? Jangan-jangan ada kehendak yang ditujunya. Misalnya, untuk menyindir institusi tertentu bahwa ketika ada pejabat yang melakukan kesalahan, ia tidak diproses secara hukum. Sebaliknya, bila ada orang kecil yang bersalah, hukum seolah sangat tajam. Andai dihukum, mereka [pejabat] bisa menebus dengan uang mereka.

Advertisement

 

Sulit

Melihat sepak terjang orang baik di Indonesia tampaknya penuh kesulitan, apalagi kalau orang baik itu ikut ”bersih-bersih” di suatu institusi. Ambil contoh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK pernah disibukkan dengan masalah kasus cicak versus buaya. KPK belum kuat dan tegak berjalan tapi sudah dicarikan tandingan.

Advertisement

Ada orang berkata dengan nada minor terhadap Dahlan Iskan—bisa jadi–karena ia dulu pernah mengusik pejabat lain. Dan akhirnya, saat ini, ada anggota DPR dengan lantang ”menyerang balik” Dahlan Iskan.

Gus Dur juga punya pengalaman yang sama ketika mencoba memangkas birokrasi yang sangat berbelit dan panjang. Akhirnya, Gus Dur harus lengser dari kursi kepresidenan dengan sejumlah kasus yang dituduhkan. Meskipun sampai hari ini belum ada putusan apakah Gus Dur bersalah atau tidak tetapi opini telanjur terbentuk: Gus Dur bersalah.

Saya pernah membaca sebuah stiker di bak truk yang tulisannya: Piye kabarmu, Mas Bro? Enak zamanku ta… Di situ ada gambar Soeharto. Stiker ini barangkali sebagai protes orang yang masih mengidolakan kepemimpinan model Soharto. Mungkin orang ini membandingkan negara saat ini dengan negara era Soeharto. Mungkin dia berpandangan saat ini negeri ini dipimpin oleh orang yang justru dari hari ke hari terasa semakin merepotkan dan tidak jelas ke mana arahnya.

Rakyat tidak kurang akal. Ketika penguasa memiliki cara tersendiri untuk membuat hiburan, rakyat juga punya cara membuat hiburan. Rakyat berhak membandingkan pemerintahan saat ini dengan pemerintahan zaman dulu. Konon pemerintahan Soeharto bila dibandingkan dengan pemerintahan Soekarno, lebih enak era Soekarno. Konon pula, pemerintahan era Soekarno dibandingkan dengan era kolonial Belanda ada yang menganggap lebih enak era Belanda. Lebih baik dijajah bangsa lain, daripada dijajah bangsa sendiri.

Zainuddin MZ pernah berkata: aku ingin mejadi orang yang baik meskipun berada di antara kerumunan orang yang buruk. Ini barangkali sebuah komitmen sehingga Zainuddin dulu pernah membidani sebuah partai politik dan juga mewacanakan diri menjadi orang nomor satu di negeri ini (presiden). Ia juga sempat tersandung kasus poligami.

Akhirnya, bila seseorang menjadi orang baik di negeri ini, ia akan selamat bila ia beres mengurusi diri sendiri, keluarga dan lingkungan kerjanya. Sebaliknya, bila ia berani mengusik orang lain, pekerjaan orang lain atau institusi orang lain, bersiap-siaplah dikeroyok oleh orang-orang yang berperilaku buruk.

Kata Sayidina Ali: kebaikan yang tidak dikelola secara baik akan terkalahkan oleh keburukan yang dikelola secara baik. Semoga ini dapat menjadi renungan bagi mereka yang konsisten di jalan baik untuk melakukan perbuatan dengan cara-cara yang baik pula agar berakhir dengan khusnul khotimah. Semoga. Bismillah.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif