News
Selasa, 8 Januari 2013 - 13:55 WIB

Tragedi Pembunuhan Abraham Lincoln (Bagian VII): Menlu William Seward Juga Diserang

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - William H Seward dan putrinya, Fanny, dalam lukisan yang dibuat sekitar tahun 1861. (Carl Schurz, Reminiscences, Volume Two, McClure Publishing Co., 1907, facing p. 130; scanned by Bob Burkhardt)

Gambar rekaan artis yang menunjukkan adegan saat Lewis Powell (kanan) menyerang putra Menlu William H Seward, Frederick Seward, yang curiga dengan kedatangan Powell yang berpura-pura mengantarkan obat. (http://mrlincolnswhitehouse.org/photo_credits.asp?photoID=1434&subjectID=4&ID=205)

Sementara dokter berupaya melakukan hal terbaik untuk merawat Presiden Abraham Lincoln yang luka parah setelah ditembak dari jarak dekat oleh John Wilkes Booth, sebuah drama lain terjadi di kediaman Menteri Luar Negeri William H Seward. Dalam rencana aksinya, Booth telah menugaskan Lewis Powell untuk membunuh Seward. Memang dalam skenario yang disusun Booth, selain Presiden Lincoln, sejumlah pejabat tinggi negara lainnya juga harus dibunuh untuk mengacaukan jalur suksesi kekuasaan. Yang jadi sasaran adalah Wakil Presiden Andrew Jackson, Menteri Peperangan Edwin M Stanton serta Seward.
Advertisement

Pembunuhan atas Jackson dan Stanton gagal karena pelakunya batal beraksi. Sebaliknya dengan Seward. Ketika Booth beraksi menembak Lincoln di Gedung Teater Ford, di saat yang sama Menlu Seward masih terbaring sakit di rumahnya di Lafayette Park, tak jauh dari Gedung Putih. Sebelumnya, pada 5 April, Seward mengalami kecelakaan kereta yang membuat dirinya terlempar keluar. Rahangnya patah di dua lokasi sehingga dokter pun membuat penahan rahang untuk mempercepat pemulihan. Selain itu tangan kanannya juga patah.

Powell mendatangi rumah Seward dengan berbekal pistol jenis revolver Whitney 1858 yang berukuran besar, berat dan populer digunakan saat Perang Saudara. Sebagai cadangan dia juga membawa sepucuk pisau berburu. Sekitar pukul 22.00, dia mengetuk pintu rumah Seward, yang dibukakan oleh kepala pelayan William Bell. Kepada Bell, Powell mengaku utusan dokter pribadi Seward, dr Verdi, yang membawakan obat. Dia juga mengaku diperintahkan untuk menyerahkan obat itu secara langsung kepada Seward karena harus menjelaskan jenis obat dan cara meminumnya.

Percaya, Bell mengizinkan Powell masuk dan menunjukkan lokasi kamar tidur Seward di lantai tiga. Saat hampir sampai di lantai tiga, Powell bertemu dengan putra Seward yang menjadi Asisten Menteri Luar Negeri, Frederick W Seward yang menyetop dan menanyainya. Powell mengulangi cerita karangannya. Namun tak seperti kepala pelayan Bell yang menelan mentah-mentah omongan Powell, Frederick justru curiga dan menolak Powell masuk dengan beralasan ayahnya sudah tidur.
Takut misinya gagal, Powell langsung menghunus pisau dan menikam Frederick. Kepala pelayan Bell yang panik berteriak-teriak “Pembunuhan! Pembunuhan!” dan lantas lari.

Advertisement

Saat itu pintu kamar Seward terbuka dan putri Seward, Fanny, yang mendengar suara Frederick di luar melongok keluar untuk memberitahu bahwa ayah mereka sudah bangun. Dia lantas menutup pintu lagi. Powell pun jadi tahu di mana kamar Seward. Dia ganti mencabut pistol dan membidikkannya ke kepala Frederick. Tapi pistolnya macet dan bukannya mencoba menembak lagi, Powell justru menggunakan pistol itu untuk memukuli Frederick. Fred jatuh dan pingsan, namun pistol Powell pun jadi rusak.

Fanny yang penasaran dengan keributan di luar kembali melongok dari pintu, dan melihat saudaranya tergeletak bergelimang darah di lantai. Melihat pintu kamar terbuka, Powell pun menerjang masuk, menghampiri ranjang tempat Seward berbaring dan langsung menghujaninya dengan tikaman pisau. Kali pertama mengayunkan pisau Powell luput, dan pada tikaman ketiga dia mengenai pipi Seward. Seward terhindar dari luka yang lebih para karena alat penahan rahangnya bisa menahan pisau sehingga tidak mengenai pembuluh darah yang vital di leher.

William H Seward dan putrinya, Fanny, dalam lukisan yang dibuat sekitar tahun 1861. (Carl Schurz, Reminiscences, Volume Two, McClure Publishing Co., 1907, facing p. 130; scanned by Bob Burkhardt)

Advertisement
Seorang tentara penjaga, Sersan Robinson and putra Seward lainnya, Augustus datang dan mencoba menangkap Powell. Powell dengan pisaunya menyabet membabi buta agar bisa lolos dari sergapan Robinson, Augustus dan Fanny. Saat Augustus lari mengambil pistol, Powell meloloskan diri dan turun ke bawah menuju pintu depan. Saat itu dia bertemu dengan seorang kurir, Emerick Hansell, yang mengantarkan telegram untuk Seward. Powell menikam punggung Hansell yang membuat pemuda itu pingsan dan nantinya lumpuh permanen akibat tikaman itu.

Keributan di dalam rumah itu terdengar oleh David Herold, yang bertugas mengantarkan Powell ke rumah Seward dan menunggunya untuk menunjukkan rute kabur keluar dari Washington DC. Herold jadi ketakutan dan langsung kabur. Ketika Powell keluar dari rumah Seward, didapatinya Herold sudah tak ada. Dia pun segera melompat ke atas kudanya dan kabur mengambil jalan ngawur.

Di dalam rumah, Fanny Seward menjerit panik mengira ayahnya tewas. “Ya Tuhan, Ayah meninggal!” jeritnya. Sersan Robinson segera menghampiri Seward yang terkapar di lantai setelah jatuh dari tempat tidur dalam pergulatan yang terjadi sebelumnya. Robinson pun mengangkat Seward dan membaringkannya lagi di ranjang. Saat itulah Seward sadar dan setelah batuk dan meludahkan darah dari mulutnya langsung bicara. “Aku belum mati. Cepat panggil dokter, panggil polisi, kunci rumah!” katanya. Seward bergelimang darah, namun meski ditikam berkali-kali oleh Powell, serangan yang terjadi di kamar yang gelap itu membuat Powell gagal mengenai bagian-bagian yang vital sehingga nyawa Seward tak terancam. Hanya luka tikam di pipi saja yang nantinya meninggalkan bekas codet.

Bagaimana pelarian komplotan Booth?

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif