Kolom
Senin, 7 Januari 2013 - 09:30 WIB

GAGASAN: Mengapa Soloraya Tetap Tumbuh Tinggi?

Redaksi Solopos.com  /  Tim Solopos  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Doni P Joewono Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Solo. (FOTO/Istimewa)

Doni P Joewono
Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Solo. (FOTO/Istimewa)

Pada tahun 2012 inflasi Kota Surakarta lebih tinggi dari 2011. Hingga akhir tahun 2012, inflasi tercatat sebesar 2,87% (year on year), lebih tinggi dari tahun 2011 sebesar 1,93%. Rendahnya inflasi pada tahun 2011 terutama disokong oleh stabilnya harga beras dan komoditas volatile foods lainnya karena pasokan terjaga dan membaiknya ekspektasi inflasi masyarakat.

Advertisement

Tantangan inflasi 2012 lebih berat, terutama akibat rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) pada April 2012. Walaupun batal dilaksanakan, rencana kebijakan tersebut telah memengaruhi perilaku dan ekspektasi inflasi masyarakat. Mulai dari aksi penimbunan BBM oleh beberapa oknum, para pedagang yang menaikkan harga jual barang dagangannya sebagai kompensasi dari biaya kulakan dan biaya distribusi yang diekspektasikan akan naik mengikuti kenaikan harga BBM, ditambah perilaku konsumen meningkatkan belanjanya dan menyetok barang secara berlebihan menjelang kenaikan harga BBM. Tidak hanya itu, tekanan inflasi juga berasal dari berkurangnya pasokan beberapa komoditas penting seperti bawang merah, bawang putih dan kedelai akibat pengaruh cuaca yang berdampak pada menurunnya produksi di daerah asal pasokan.

Namun tantangan berat inflasi di tahun 2012 telah terjawab, yaitu dengan pencapaian inflasi Kota Surakarta sebesar 2,87%. Angka tersebut lebih rendah dari Jawa Tengah dan angka nasional yang catatan inflasinya mencapai 4,24% dan 4,30%. Meskipun lebih tinggi dari inflasi tahun 2011, pencapaian inflasi Kota Solo yang sebesar 2,87% tersebut merupakan yang terendah dari seluruh kota se-Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua. Dengan demikian, Kota Solo mampu mempertahankan predikat sebagai pengendali inflasi terbaik di wilayah Jawa, sebagaimana diraih pada tahun sebelumnya.

Di sisi pertumbuhan ekonomi, perekonomian nasional dan Soloraya pada tahun 2012 mampu tumbuh cukup kuat di tengah perlambatan ekonomi global. Berdasarkan komposit Consensus Forecast (CF) November 2012 ekonomi dunia tahun 2012 diperkirakan tumbuh 3,15%, sedikit turun dibandingkan perkiraan pada bulan sebelumnya. Namun, ekonomi nasional masih tumbuh cukup tinggi dan stabil, yaitu untuk keseluruhan tahun 2012 diperkirakan tumbuh 6,3% yang didorong kuatnya konsumsi rumah tangga dan investasi.

Advertisement

Kuatnya konsumsi juga menjadi kunci pertumbuhan ekonomi Soloraya atau wilayah eks Karesidenan Surakarta yang mencakup enam kabupaten dan satu kota madya. Pertumbuhan ekonomi Soloraya pada tahun 2012 diperkirakan berkisar 4,8%-5,3%, lebih tinggi dari tahun 2011 sebesar 4,61%. Tingginya konsumsi ditopang oleh daya beli yang relatif terjaga karena inflasi yang rendah, keyakinan konsumen yang tinggi untuk melakukan konsumsi dan peningkatan kelas berpendapatan menengah. Dominasi konsumsi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi jika tidak diiringi peningkatan investasi hanya akan berpengaruh terbatas terhadap penciptaan nilai tambah perekonomian karena tidak ada peningkatan kapasitas produksi.

Namun demikian, di Soloraya investasi tetap tinggi didukung oleh stabilitas ekonomi yang terjaga, iklim investasi yang membaik dan tren penurunan bunga bank. Sementara itu, belanja pemerintah kabupaten/kota se-Soloraya belum optimal mendukung peningkatan kapasitas perekonomian karena porsi belanja modal dan belanja barang & jasanya masih kecil masing-masing hanya 10,44% dan 12,98% dari total belanja daerah. Sebagian besar anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) masih tersedot untuk belanja pegawai dengan porsi 67,74% dari total belanja daerah. Sedangkan di sisi eksternal, ekspor melemah akibat menurunnya permintaan global.

Pertumbuhan ekonomi Soloraya ditopang oleh perkembangan tiga sektor ekonomi utama, yaitu sektor pertanian dengan pangsa 23,50% dari produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku (ADHB), sektor industri pengolahan dengan pangsa 22,71% dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (PHR) dengan pangsa 21,76%. Di antara ketiga sektor ekonomi utama tersebut, sektor PHR diperkirakan mengalami pertumbuhan tertinggi di 2012 yaitu berkisar 6,21%-6,72%. Faktor pendorongnya adalah tingginya permintaan terhadap durable goods seperti mobil dan barang-barang elektronik yang mendongkrak subsektor perdagangan dan semakin ramainya aktivitas meeting, incentive, convention and exhibition (MICE) yang mendongkrak permintaan terhadap barang-barang khas Solo termasuk kuliner, serta layanan perhotelan dan restoran.

Advertisement

Sektor industri pengolahan diperkirakan mampu tumbuh berkisar 5,99%-6,50% di 2012. Faktor pendukungnya adalah kuatnya permintaan domestik yang ditunjang terjaganya daya beli masyarakat karena harga yang relatif stabil dan bunga bank yang relatif rendah sehingga mendorong konsumen mempercepat konsumsi melalui mekanisme kredit. Faktor pendukung lain adalah menurunnya bunga bank yang berpengaruh terhadap penurunan biaya modal kerja, adanya langkah antisipasi pelemahan ekspor dengan melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor dan memaksimalkan penggarapan pasar domestik dengan memperbanyak gerai atau toko di dalam negeri, keaktifan pemerintah mengikutkan pengusaha domestik pada pameran-pameran ekspor internasional untuk memperluas pasar ekspor.

Sektor pertanian pada tahun 2012 diperkirakan dapat tumbuh berkisar 0,04%-0,44%. Faktor pendorong meningkatnya sektor pertanian yaitu cuaca yang kondusif pada awal dan akhir tahun, relatif terkendalinya hama dan pemanfaatan bibit unggul yang mendongkrak produktivitas lahan dan produksi.

Kuatnya pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari peran perbankan dalam menjalankan peran intermediasi untuk membiayai aktivitas produksi, investasi dan konsumsi. Indikator loan to deposit ratio (LDR) perbankan di Soloraya yang mencerminkan pelaksanaan fungsi intermediasi lebih bagus dari nasional, yaitu pada November 2012 sebesar 107,01%. Angka LDR di atas 100% mengindikasikan bahwa seluruh dana pihak ketiga (DPK) yang berhasil dihimpun bank disalurkan dalam bentuk kredit, bahkan bank juga menggunakan modalnya sendiri dan dana antarkantor untuk mendorong akselerasi kredit. Tingginya penyaluran kredit tidak terlepas dari tren penurunan bunga dari waktu ke waktu sehingga menjadikan akses kredit masyarakat kepada perbankan meningkat karena angsuran bulanannya menjadi lebih rendah. (Bersambung)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif