News
Sabtu, 5 Januari 2013 - 08:11 WIB

Tragedi Pembunuhan Abraham Lincoln (Bagian IV): Booth Ingin Membantu Selatan yang Makin Terdesak

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Foto pelantikan Abraham Lincoln untuk masa jabatan keduanya, 11 Maret 1865. John Wilkes Booth (tanda panah) terlihat hadir pula di panggung tamu kehormatan di belakang presiden. Saat itu dia mulai berpikir untuk membunuh Presiden Lincoln. (www.qualitative-research.net)

Foto pelantikan Abraham Lincoln untuk masa jabatan keduanya, 11 Maret 1865. John Wilkes Booth (tanda panah) terlihat hadir pula di panggung tamu kehormatan di belakang presiden. Saat itu dia mulai berpikir untuk membunuh Presiden Lincoln. (www.qualitative-research.net)

Tiap kali berada di Ibukota Washington DC, Booth tinggal di Hotel National, yang tempat minumnya biasa dijadikan lokasi nongkrong orang-orang pro-Selatan. Di situ tiap hari, siang dan malam, orang-orang membicarakan kondisi politik dan jalannya peperangan antara pemerintah pusat dengan negara-negara bagian Selatan yang memberontak. Sebagai pendukung Selatan sejati, Booth tak pernah melewatkan obrolan-obrolan itu.
Advertisement

Dari situ pula, Booth kemudian mendapat ide untuk menculik Presiden Lincoln. Saat itu tahun 1864, Selatan sudah makin terdesak. Kekalahan terjadi di berbagai palagan. “Sesuatu yang berskala besar dan menentukan harus dilakukan,” begitu tulis Booth dalam buku hariannya. Dalam rencananya, jika Lincoln berhasil diculik dan dibawa ke Richmond, Ibukota perserikatan negara-negara bagian Selatan yang memisahkan diri, pihak Selatan yang sudah di ujung tanduk bakal punya sandera yang sangat berharga dan bisa menegosiasikan apa saja dengan pemerintah pusat.

In ide gila. Tapi sejumlah kalangan gerakan bawah tanah Selatan, meski tidak secara resmi, mendukung pemikiran Booth. Booth segera merekrut orang-orang yang dinilai bisa membantunya. Mereka adalah Samuel Blaine Arnold dan Michael O’Laughlen, dua teman masa remajanya dari Baltimore yang sempat jadi tentara Selatan, namun mundur karena tak tahan dengan tekanan kengerian perang. Ada pula George Atzerodt, imigran pemabuk asal Jerman yang jadi tukang perahu, yang diandalkan untuk membawa Lincoln lewat sungai, serta Lewis Paine dan David Herold.

Booth juga mendapat bantuan John Harrison Surratt, seorang anggota kelompok mata-mata dan penyelundup Selatan, yang jadi penghubung Booth dengan gerakan bawah tanah Selatan. Mereka mau membantu Booth karena bayaran yang diberikan pada mereka lumayan besar, berasal dari bayaran Booth sebagai aktor teater kelas atas.

Advertisement

Kelompok ini biasa berkumpul di rumah kos milik ibu Surratt di pinggiran Washington. Rencana yang disusun, Lincoln akan diculik dari Teater Ford yang jadi langganan Sang Presiden. Tanggalnya ditetapkan 18 Januari 1865. Para anggota kelompok Booth sudah bersiap di tempat yang direncanakan. Skenarionya, satu orang akan mematikan lampu di dalam gedung. Dalam gelap, dua orang lain, salah satunya Booth, akan masuk ke balkon khusus Presiden yang biasanya tak dijaga lantaran saat itu kesatuan pengamanan khusus presiden memang belum ada. Sang Presiden akan dibuat pingsan, dan di dalam kegelapan akan digotong keluar lewat pintu belakang, lalu dimasukkan ke kereta dan dibawa meninggalkan Ibukota secepat mungkin.

Ternyata malam itu Presiden batal datang menonton di Teater Ford karena ada urusan lain. Ketidakhadiran Presiden ini ditafsirkan lain oleh para anggota kelompok. Mereka mengira, rencana mereka sudah ketahuan sehingga Presiden batal datang. Mereka segera kabur dan menunggu, namun setelah pagi datang, mereka sadar kalau hanya ketakutan konyol yang menghantui mereka.

Namun hingga berpekan-pekan kemudian, belum ada lagi kesempatan untuk mengeksekusi rencana itu. Sementara itu, 4 Maret 1865, Lincoln yang terpilih lagi untuk masa jabatan kedua, dilantik. Booth pun hadir saat upacara, hanya beberapa langkah di belakang Lincoln, di tempat tamu kehormatan. Pidato Lincoln mengenai rekonsiliasi dengan pihak Selatan tak dihiraukannya. Sebaliknya, muncul niat kuat untuk membunuh Lincoln. “Begitu dekat, bakal begitu mudah untuk membunuhnya,” pikirnya. Akankah niatnya itu terwujud?

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif