Soloraya
Senin, 7 Mei 2012 - 16:59 WIB

KEMISKINAN: Jumlah Penduduk Miskin Solo Ternyata Lebih Banyak

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi warga miskin (Dok/JIBI/Solopos)

KEMISKINAN -- Seorang pemulung beristirahat di city walk Jl Slamet Riyadi, Solo, beberapa waktu lalu. Pendataan TKPKD menunjukkan jumlah penduduk miskin yang lebih besar dibandingkan data sejumlah lembaga yang ada selama ini. (JIBI/SOLOPOS/Dwi Prasetya)

SOLO – Jumlah penduduk miskin di Kota Solo berdasarkan pendataan Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TKPKD) setempat mencapai 133.000 jiwa atau sekitar 25% dari total jumlah penduduk Solo yang mencapai 530.000 jiwa.
Advertisement

Jumlah ini jauh lebih besar dibandingkan pendataan program perlindungan sosial (PPLS’08) dari Badan Pusat Statistik (BPS), bahkan dari data Pemkot sebelumnya yang tercatat di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Jumlah warga miskin berdasarkan PPLS’08 tercatat sebanyak 21.945 keluarga atau sekitar 85.000 jiwa dengan asumsi setiap keluarga terdiri atas empat anggota. Sedangkan data warga miskin yang dimiliki Bappeda tercatat sebanyak 125.000-an jiwa.

Data tersebut terungkap saat digelar sosialisasi bersama multi stakeholders percepatan pencapaian target pembangunan milenium atau millenium development goals (MDGs) yang digelar TKPKD Solo di Pendapa Rumah Dinas Wakil Walikota Solo, Senin (7/5).

Dalam wawancara yang digelar seusai acara, Wawali FX Hadi Rudyatmo selaku Ketua TKPKD mengakui data warga miskin yang lebih besar itu memang tidak bagus dari sisi politis maupun citra Kota Solo. Namun, data itu harus diakui karena lebih mendekati kenyataan di lapangan.

Advertisement

Data itu diperoleh dengan pendataan berdasarkan 25 parameter dan terus dipantau secara real time, bukan 14 parameter sebagaimana yang digunakan oleh BPS dan hanya di-update tiga tahun sekali. “Kami menilai variabel yang digunakan BPS selama ini hanya mengukur apa yang terlihat secara fisik, kondisi rumah, pendapatan dan sebagainya. Sementara parameter yang kami gunakan, juga memasukkan parameter yang tidak terlihat seperti kemampuan membiayai anak sekolah, membayar biaya kesehatan dan sebagainya,” jelas Rudy. Bahkan, tambah Rudy, bayi dari keluarga miskin yang baru lahir pun sudah dimasukkan dalam data. Sebab, tidak mungkin bayi dari keluarga miskin terlahir langsung jadi kaya.

Perbedaan Data
Setelah mendapatkan data yang riil itu, Rudy mengatakan tantangan besar yang menanti di depan adalah bagaimana agar data itu diterima oleh semua satuan kerja perangkat daerah (SKPD) dan dijadikan dasar dalam kegiatan-kegiatan dari sumber APBD yang berhubungan dengan penanggulangan kemiskinan. Selama ini, data kemiskinan itu berbeda-beda di masing-masing SKPD sehingga sulit sekali untuk mengukur keberhasilan penanggulangan kemiskinan.

Kepala Kesekretariatan TKPKD Solo, Shemmy Samuel Rory menambahkan yang diperlukan adalah sikap legawa dari masing-masing pihak. Tidak hanya kalangan SKPD, tetapi juga ormas, LSM dan kalangan usaha. Mereka harus mau melepaskan ego sektoral masing-masing, melihat kenyataan yang ada, duduk bersama, mengeksplorasi masalah, memahami dan membagi peran dalam penyelesaian masalah itu.

Advertisement

“Saya sebenarnya berharap acara ini menjadi titik awal dari kebersamaan itu. Tapi tampaknya banyak yang belum tertarik. Kalangan ormas dan LSM ada 10-an yang kami undang tapi yang datang hanya satu. Kalangan usaha banyak yang membubarkan diri sebelum acara selesai,” ujar Shemmy.

Acara itu dihadiri Wawali dan perwakilan dari Bank Indonesia (BI) Solo, Ketua Kadin Solo, Hardono, dan Kepala Bappeda, Anung Indro Susanto serta wakil SKPD.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif