Soloraya
Minggu, 5 Februari 2012 - 14:43 WIB

PANEN RUSAK: Hindari Kerugian, Petani Ikat Padi Roboh

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ilustrasi (dok)

ilustrasi (dok)

KARANGANYAR--Petani di Jaten dan Tasikmadu ramai-ramai mengikat batang padi untuk mengurangi kerugian besar akibat tanaman padi roboh diterjang hujan disertai angin kencang, Minggu (5/2/2012).

Advertisement

Petani yang ditemui Solopos.com mengaku rugi hingga jutaan rupiah akibat kejadian itu. Petani Bulu, Jaten, Rigun, 33, mengatakan hujan deras disertai angin kencang yang menerjang Karanganyar pada Sabtu kemarin menyebabkan tanaman padi miliknya roboh. Bahkan nyaris seluruh tanaman padi yang  masih belum berisi roboh.

“Tinggal sisa sedikit yang tidak roboh dan sudah diikat. Padi yang roboh dan bisa diselamatkan diikat juga,” tuturnya.

Rigun mengatakan langkah mengikat tanaman padi dilakukan untuk mengurangi kerugian yang cukup besar. Apalagi tanaman padi miliknya yang roboh belum bisa dipanen. Sehingga harus tetap ditegakkan kembali dengan diikat agar siap dipanen.

Advertisement

“Kalau tidak seperti ini (diikat-red) ruginya tambah besar. Wong ini masih pada kopong,” ujarnya.

Dalam kondisi normal, dia menuturkan sekali panen bisa mencapai Rp10 juta. Namun dalam kondisi seperti itu, dia menambahkan kemungkinan besar hanya mencapai Rp8 juta. Rata-rata usia tanaman padi yang roboh berkisar antara 60 hingga 70 hari.

Petani Tasikmadu, Mulyono, 42, mengaku mengalami kerugian baik tenaga maupun materi. Untuk biaya ikat harus mengeluarkan tambahan sekitar Rp 300.000– Rp 400.000 per petak. Setidaknya, dia mengatakan ada puluhan hektare tanaman padi yang roboh diterjang hujan deras disertai angin kencang tersebut. Tanaman padi miliknya yang roboh berusia 3,5 bulan. Padahal  masa panen padi sekitar umur 4 bulan.

Advertisement

”Sebagian kami ikat, sebagian terpaksa kami panen dini. Kalau tidak, maka akan membusuk,” katanya.

Ditambahkan petani lain, Kirdi, 37, jika tidak segera dipanen, nasib petani akan semakin terpuruk. Keputusannya memanen padinya lebih awal merupakan pilihan terakhir. ”Tidak mungkin mempertahankan padi yang ambruk. Bila itu dilakukan risiko yang ditanggung semakin besar,” katanya.

(JIBI/SOLOPOS/Indah Septiyaning W)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif