Kolom
Sabtu, 4 Mei 2024 - 12:55 WIB

Solo Kota Tari

Redaksi Solopos.com  /  Ichwan Prasetyo  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Fafa Utami (Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Sejarah telah mencatat Kota Solo, kota yang saya tinggali lebih dari 28 tahun, telah mengukuhkan diri sebagai muara kota budaya Jawa. Legitimasi itu sangat kukuh dengan punjer Keraton Kasunanan Surakarta dan Pura Mangkunegaran.

Segala bentuk budaya Jawa tumbuh subur seperti tradisi upacara-upacara dan ritual, wayang kulit, wayang wong, karawitan-gamelan, tari-tarian klasik (Bedhaya, Srimpi, Wireng, dan sebagainya), mitos, dan seterusnya.

Advertisement

Kota Solo juga kaya pertunjukan yang berkaitan dengan upacara dari kelahiran hingga kematian yang sampai kini masih hidup dengan baik dan dijalankan oleh sebagian masyarakat Kota Solo dan sekitarnya serta masyarakat Jawa pada umumnya.

Gambaran kehidupan kesenian tradisi dan kontemporer di Kota Solo memang semakin mengukuhkan Solo sebagai kota seni pertunjukan, bahkan saya menyebut Solo sebagai kota tari. Kesenian tradisi hidup berdampingan dengan baik bersama kehidupan seni kontemporer.

Berderet genre dan bentuk kesenian, dari seni rakyat hingga seni keraton, bahkan banyak nama besar dalam dunia seni pertunjukan yang lahir di Solo atau berbasis di Solo dan membawa nama Solo di festival dan dunia internasional.

Advertisement

Sebut saja W.S. Rendra, Gesang, Ki Manteb Soedarsono,  Sardono W. Kusumo, Arswendo Atmowiloto, Rahayu Supanggah, Sapardi Djoko Damono, Suprapto Suryodarmo, Waldjinah, Mugiyono, Blacius Subono, Eko Supriyanto, Slamet Gundono, Anom Suroto, Melati Suryodarmo, Riyanto, Endah Laras, Woro Mustiko, dan masih banyak lagi.

Kota Solo sering menjadi tempat workshop dan produksi karya-karya besar, bukan saja oleh seniman dalam negeri, tetapi juga dari luar negeri. Opera Jawa dan Tusuk Konde karya Garin Nugroho, Opera Diana-HUT Kompas, Matah Ati-Atilah Suryadjaya, Edo Dance Company dengan berbagai karya dan produksi, dan sebagainya.

Sering kali koreografer atau seniman dari Kota Solo mendominasi  beberapa festival besar di Jakarta atau kota lain, misalnya Indonesia Dance Festival, Arts Summit, The Next Wafe Festival, Festival Cak Durasim, Indonesia Performing Art Mart, dan masih banyak lagi.

Forum-forum semacam itu sangat diperlukan guna mendukung pemajuan kebudayaan di wilayah tari. Untuk itulah, festival menjadi penting diadakan di Kota Solo. Beberapa event dan festival besar memilih Kota Solo sebagai tempat penyelenggaraan.

Advertisement

Festival itu, antara lain, Indonesia Performing Art Mart (IPAM), Solo International Etnic Music (SIEM), Solo International Performing Arts (SIPA), Solo Percussion, Bengawan Solo Festival (BSF), Festival Seni Kampung (Kampoeng Arts Festival), World Dance Day, Solo Menari, Festival Wayang Bocah.

Puluhan calender of events (culture events) di kota Solo, antara lain, The Commemoration of the Founding of Nagari Surakarta Hadiningrat-Keraton Kasunanan Surakarta, Grebeg Sudiro-Chinese New Year, Grebeg Mulud-Sekaten, Bengawan Travel Mart, Festival Kuliner, Seni Kampung Solo, Kreatif Anak Sekolah Solo.

Kemudian, Solo Batik Fashion, Solo Batik Carnival, Festival Dolanan Bocah, The Ceremony to Commemorate the Crowning of Pakubuwono XIII, Keraton Art Festival, Solo Keroncong Festival, Grand Final Putra-Putri Solo, Bengawan Solo Gethek Festival, Reyog Festival, Pasar Seni Balaikambang, Grebeg Besar, Kirab Apem Sewu, Kirab 1 Sura, Wiyosan Jumenengan K.G.P.A.A. Mangkunagoro, dan berderet event lainnya.

Festival tari menjadi penting di Kota Solo. Selain banyak seniman dan tentu juga pertunjukan yang hidup dengan baik, sebuah festival yang terformulasikan dengan baik perlu diadakan di Kota Solo.

Advertisement

Selain tentu saja untuk menjaga, mewadahi, dan melestarikan berbagai kesenian di Kota Solo, juga memberikan ruang untuk bisa tetap berproses kreatif antarseniman.

Solo Mendunia

Perayaan Hari Tari Sedunia atau World Dance Day di Kota Solo patut mendapat catatan.  Kota Solo menjadi pelopor perayaan Hari Tari Sedunia dengan keberadaan pegiat dan komunitas tari di Institut Seni Indonesia (ISI) Solo.

Peringatan World Dance Day–24 Jam Menari diadakan pada 29 April 2024. Ini penyelenggaran ke-18 kali. Peringatan Hari Tari Sedunia kemudian menurunkan gagasan Kota Solo membuat event Solo Menari dan selanjutnya diikuti oleh perayaan, hajatan, oleh berbagai sanggar, bahkan dari berbagai kota lain ikut serta.

Kehidupan tari di Kota Solo sangat harmonis, antara tari tradisi maupun tari modern dan kontemporer.  Hari Tari Sedunia diperingati setiap 29 April yang diambil dari tanggal lahir pencipta tari balet modern Jean-Gorge Noverre.

Advertisement

Sejarah Hari Tari Sedunia kali pertama dirayakan pada 29 April 1982 oleh para ahli Komite Tari dari International Theatre Institute (ITI). Gagasan Hari Tari Sedunia ini untuk merayakan dan menikmati tari sebagai bahasa universal, untuk melintasi hambatan politik, etnis, dan budaya dan membawa masyarakat kepada satu kesatuan bahasa, yaitu menari.

Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi bekerja sama dengan Pura Mangkunegaran dan ISI Solo menggelar perayaan Hari Tari Sedunia bertema Trilogi yang tersebar di beberapa tempat.

Di Candi Sukuh, Kabupaten Karanganyar, dengan tema kesuburan bersama kurator Melati Suryodarmo dan menghadirkan beberapa seniman dan sanggar-sanggar. Candi Sukuh melahirkan praktik-praktik kebudayaan dan gagasan.

Di kampus ISI Solo dengan tema kelahiran. Kampus seni ini pada perjalanananya melahirkan banyak seniman tari dan maestro dengan berbagai karya yang mengharumkan negeri, tentu dengan serangkaian pementasan dari berbagai sanggar dan komunitas tari di negeri ini.

Mereka yang terlibat berasal dari Bandung, Kalimantan, Lamongan, Jakarta, Pekanbaru, Padang, Yogyakarta, Korea Selatan. Di Pura Mangkunegaran sebagai rumah, sebagai punjer dari lahirnya karya karya tari tradisi, ditampilkan Bedhaya Senopaten Diradameta.

Ini tari tradisi hasil riset panjang dan direkontruksi oleh penari Mangkunegaran Daryono dengan kurator Suprapto. Tarian yang tercipta lebih dari 200  tahun lalu pada masa K.G.P.A.A.  Mangkunagoro I.

Advertisement

Perayaan Hari Tari Sedunia di Pura Mangkunegaran menjadi bagian dari perayaan  Adeging Mangkunegaran yang kini menapaki umur 267 tahun. Rasanya tepat menjadi tonggak lahirnya karya-karya baru.

Peran ketiganya memberikan pengaruh dan kontribusi yang besar sebagai situs budaya, institusi budaya, dan lembaga pendidikan yang turut andil mengembangkan seni tari.

Kota Solo merayakan Hari Tari Sedunia dengan Solo Menari di beberapa lokasi, antara lain, Taman Satwa Jurug, di ruas Jl. Gatot Subroto, Ngarsopura, Mal Paragon, Balai Kota Solo, Pasar Gedhe, dan Kampung Batik Kauman.

Hasil temu seniman tari pada 27 April 2024 malam di Kulonuwun Kopi yang juga menjadi bagian dari perayaan Hari Tari Sedunia menyimpulkan ekosistem tari ternyata sangat luas dan kompleks.

Beberapa catatan dan rekomendasi adalah membuat forum-forum silaturahmi tari yang lebih intensif untuk menggagas program-program di wilayah tari, proses pembelajaran dengan maestro tradisi yang harus digalakkan, kurikulum pembelajaran pendidikan tari harus dikaji kembali.

Catatan dan rekomendasi lainnya adalah perlunya bertumbuh presenter dan produser di bidang tari dan butuh coaching clinic menuliskan tari dan kritik tari mengingat tumbuhnya koreografer atau seniman tari harus diimbangi dengan tulisan dan kritik tari.

Kerja-kerja dokumentasi dan literasi tari harus ditingkatkan karena kita mendapati banyak problem pelacakan yang sulit dilakukan terhadap data-data tari tradisi kita berikut dengan maestronya.

Dokumentasi tidak hanya penting untuk mengabadikan sebuah karya, tetapi juga sebagai upaya merespons seni tradisi dan melahirkan karya-karya inovatif. Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Hilmar Farid mengatakan tari telah menjadi bagian ekosistem kebudayaan yang sangat luas.

Tari tradisi sebanyak lebih dari 3.000 tarian tersebar di seluruh Indonesia. Sebanyak 110 dari 671 tarian tradisional yang tercatat telah ditetapkan ke dalam daftar warisan budaya tak benda.

Menurut survei Badan Pusat Statistik atau BPS pada 2021, hanya 8,2% masyarakat Indonesian pernah menonton pertunjukan tari. Terapi tari meningkatkan kualitas hidup sebesar 85% bagi individu yang mengidap gangguan mental berat.

Dengan merayakan dan memperingati hari tari mengemuka harapan semua pihak terus mendukung, melindungi, dan mengembangkan kekayaan budaya, khususnya tari. Tari di Nusantara tidak hanya sebagai hiburan dan tontonan.

Ini yang membedakan tarian kita dengan tarian di negara lain. Di negeri kita tarian sebagai ritual, ibadah, dan penyembuhan. Tari di Indonesia bukan hanya sebagai tontonan, tetapi juga menjadi tuntunan.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 2 Mei 2024 dalam versi lebih singkat. Penulis adalah pengajar di Jurusan Etnomusikologi Institut Seni Indonesia Solo, pegiat budaya, dan kurator tari)

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif