Soloraya
Rabu, 15 Mei 2024 - 18:03 WIB

Didanai Uni Eropa, Sawah Percontohan Low Carbon Rice di Jomboran Klaten Panen

Redaksi Solopos.com  /  Suharsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Wakil Bupati Klaten, Yoga Hardaya, dan perwakilan pihak terkait memanen padi di lahan percontohan proyek Low Carbon Rice di Desa Jomboran, Kecamatan Klaten Tengah, Rabu (15/5/2024). (Solopos/Taufiq Sidik Prakoso)

Solopos.com, KLATEN — Lahan sawah di Desa Jomboran, Kecamatan Klaten Tengah, Klaten, yang menjadi percontohan proyek low carbon rice, memasuki masa panen pada Rabu (15/5/2024). Proyek itu sudah bergulir di lima kabupaten di Jawa Tengah (Jateng) dan Jawa Timur (Jatim).

Proyek Low Carbon Rice bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dari praktik produksi beras di Indonesia. Proyek itu didanai SWITCH-Asia Grants Programme milik Uni Eropa yang dijalankan oleh Preferred by Nature berkolaborasi dengan Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) dan Perkumpulan Penggilingan Padi dan Pengusaha Beras Indonesia (Perpadi).

Advertisement

Pada Rabu (15/5/2024), panen padi digelar di lahan mitra proyek tersebut di Desa Jomboran. Panen padi dilaksanakan di lahan sawah milik Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Lumintu, yang bermitra dengan penggilingan padi kecil dampingan proyek Low Carbon Rice.

Penggilingan padi itu yakni UD Syaiful, UD Manis, UD Abdhol Riyanto, UD Sekar Putri, dan UD Adi Putro. Total wilayah yang dipanen mencapai 100 hektare dengan potensi produksi sekitar 600 ton gabah.

Advertisement

Penggilingan padi itu yakni UD Syaiful, UD Manis, UD Abdhol Riyanto, UD Sekar Putri, dan UD Adi Putro. Total wilayah yang dipanen mencapai 100 hektare dengan potensi produksi sekitar 600 ton gabah.

Panen padi diawali dengan tradisi wiwitan. Selain panen padi, kegiatan hari itu juga diisi dengan diskusi guna membahas pengembangan model kemitraan dan kebijakan untuk membantu rantai nilai beras berkelanjutan di Indonesia.

Wakil Bupati Klaten, Yoga Hardaya, mendukung proyek yang ditujukan untuk menjaga kelestarian lingkungan serta mengurangi emisi gas rumah kaca itu.

Advertisement

Lead Project Manager Proyek Low Carbon Rice, Angga Maulana, mengatakan panen itu menjadi langkah nyata proyek untuk memperkokoh rantai perberasan di Indonesia. Dia menjelaskan model kemitraan kelompok tani dan penggilingan padi kecil yang dikembangkan oleh proyek Low Carbon Rice mengefisienkan rantai pasok beras hingga berpotensi meningkatkan pendapatan petani dan penggilingan padi kecil.

Produksi Beras Berkelanjutan

“Selain itu menjadi awalan baik untuk memperkenalkan praktik produksi beras berkelanjutan di Indonesia,” kata Angga Maulana dalam keterangan tertulis yang diterima Solopos.com.

Di tingkat pascapanen, proyek Low Carbon Rice sudah mendampingi 26 penggilingan padi kecil beralih dari mesin diesel ke listrik. Kegiatan pendampingan di penggilingan kecil ini meliputi pendampingan teknis oleh para fasilitator lokal, advokasi ke PLN, dan peningkatan kapasitas untuk pemilik penggilingan.

Advertisement

Anggota Tim Humas Preferred by Nature, Hafizh Mulia, menjelaskan peralihan mesin diesel ke listrik terbukti menguntungkan penggilingan padi. Potensi efiensi biaya produksi mencapai 40 persen dan mengurangi tingkat emisi di penggilingan padi mencapai 80 persen.

Hafizh menjelaskan proyek itu sudah berjalan hampir dua tahun. Selain peralihan mesin diesel ke listrik, bentuk pendampingan ke penggilingan padi skala kecil yakni dengan bantuan finansial serta pendampingan reguler.

Disinggung pendampingan di tingkat budi daya kepada petani, Hafizh menjelaskan efisiensi di tingkat petani mulai dikenalkan tahun ini. Salah satunya dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia. Selain itu, pendampingan dilakukan dalam efisiensi penggunaan air.

Advertisement

“Ini menjadi hal baru untuk mengubah tradisi yang sudah berjalan lebih dari 100 tahun. Tentu ada beberapa pihak yang awalnya meragukan. Namun, mereka akhirnya bisa melihat bukti yang dihasilkan,” jelas Hafizh.

Hafizh menjelaskan petani yang bermitra dengan proyek itu berada di lima kabupaten wilayah Jateng dan Jatim yakni Madiun, Ngawi, Sragen, Klaten, dan Boyolali. Total luas lahan pendampingan sekitar 2.600 hektare (ha) dengan 11 kelompok tani.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif