Jogja
Jumat, 3 Agustus 2012 - 10:26 WIB

BANGUNAN BERSEJARAH: Masjid Panepen Tempat Sultan Menepi

Redaksi Solopos.com  /  Harian Jogja  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Abdi dalem bertadarus Alquran di Masjid Panepen (JIBI/Harian Jogja/Akhirul Anwar)

Abdi dalem bertadarus Alquran di Masjid Panepen (JIBI/Harian Jogja/Akhirul Anwar)

Masjid Panepen berada di kompleks Kraton, searah jalan menuju Kraton Kilen kediaman Sultan Hamengku Buwono X. Media massa banyak mempublikasikan bangunan berukuran 7 x 12 meter ini Oktober 2011 lalu.

Advertisement

Saat itu, di tempat tersebut digelar ijab qobul putri bungsu Sultan HB X GRAj Nurastuti Wijareni (GKR Bendara) dengan Achmad Ubaidillah (KPH Yudanegara).

Sejak dibangun Sultan Hamengku Buwono VII pada 1327 Hijriyah silam, masjid ini dijadikan lokasi ijab qobul putra putri ngarsa dalem termasuk putri Sultan HB X. Pada hari biasa tempat tersebut dijadikan tempat kegiatan abdi dalem punokawan kaji yang jumlahnya 12 orang dibantu abdi dalem suranata. Pada Ramadan seperti sekarang ditambah kegiatan tarawih dan tadarus Al Quran, namun tidak ada kegiatan yang berlebihan lainnya.

Pengirit (pemimpin) Abdi Dalem Punokawan Kaji, Raden Riyo H Abdul Ridwan menjelaskan masjid panepen ini adalah masjid pribadi Sultan. Dilihat dari ukuran dan fungsi, sebenarnya mirip dengan langgar atau mushola karena tidak untuk salat Jumat. Namun selanjutnya lebih tepat disebut dengan masjid kagungan dalem panepen.

Advertisement

Dilihat dari namanya Panepen artinya tempat untuk menepi atau menyendiri. Tempat dimana sultan berkholwat, menyendiri untuk mendekatkan diri dengan yang maha kuasa pada saat-saat tertentu. Jadi tidak setiap saat Sultan menggunakan masjid tersebut untuk beribadah. “Beliau tidak setiap saat menepi, hanya momen tertentu,” katanya saat ditemui wartawan di Kraton, Kamis (2/8).

Berdasarkan pengetahuan Ridwan, ngarsa dalem menepi jika ada situasi yang perlu mendapatkan perhatian khusus untuk menambah kekuatan atau sudah dalam situasi rawan. Ketika menepi dilakukan sendiri berada di pojok tenggara masjid. Di sana disediakan tempat khusus, lebih tinggi sekitar 10 sentimeter dari lantai cukup untuk menggelar satu sajadah. Namun jika menghendaki, ngarsa dalem mengajak para abdi dalem sesuai permintaan yang dipastikan jumlahnya ganjil.

Kalau sudah seperti itu, Ridwan bertugas mengkoordinir abdi dalem mulai dari Punokawan Kaji yang jumlahnya 12 orang sampai abdi dalem lainnya. Pernah satu waktu ia diminta menyiapkan 59 abdi dalem untuk ritual dzikir ataupun wasulan untuk sesuatu yang sangat penting. “Kadang kami ini juga didawuhi ngarsa dalem melakukan ritual tertentu bagi beliau sangat penting,” imbuh abdi dalem yang sebelumnya memiliki nama Ridwan Johan ini.

Advertisement

Salah satu ritual yang ia ketahui misalnya menjelang erupsi Merapi 2010, menjelang jatuhnya pesawat Garuda Indonesia di Bandara Adisutjipta. Bahkan sebelum Gempa 2006 ngarsa dalem lebih dulu sudah menepi.  Dalam hal ini, ritual bertujuan meminimalkan korban. Namun tidak diketahui sebelumnya. “Tanda itu sudah ada tapi bentuknya yang pasti belum tahu, belum ditangkap,” imbuh Ridwan.

Ritual yang dilakukan selain wasulan yang pernah dijalani Ridwan bersama abdi dalem adalah khataman al quran sampai dengan duduk tidak boleh bersandar selama tiga jam. Dalam ritual ini ia bertugas memimpin menyambungkan dengan para pendahulu. Pasalnya Kraton tidak terlepas dengan perjalanan pendahulu. Kerajaan punya misi yang harus dilanjutkan penerusnya.  Misinya sama, tetapi jamannya beda dan menyikapinya pun juga berbeda yakni untuk kesejahteraan rakyat.

Dalam kegiatan di dalam kraton ini, Ridwan meminta agar Kraton tidak dianggap sebagai tempat mistik. Apapun kegiatan yang dilakukan ini berdasarkan ajaran islam sehingga tidak dianggap sesuatu yang berlebihan jika ada pandangan berbeda.

 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif