Tokoh
Senin, 31 Desember 2012 - 11:30 WIB

Siti Muslimah: Ibu Anak-Anak Teraniaya

Redaksi Solopos.com  /  Tim Solopos  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Siti Muslimah. (FOTO/Istimewa)

Siti Muslimah. (FOTO/Istimewa)

Perempuan ini hanyalah seorang guru SD di Kota Gaplek Wonogiri. Ia bukan orang kaya, bukan keluarga pejabat, bukan pula pemangku kebijakan yang memiliki banyak jaringan dengan institusi penegak hukum. Namun, sejak delapan tahun silam, seusai malapetaka menimpa putri sulungnya, ibu kelahiran 1953 silam ini mulai terbuka mata batinnya. Ia mengepalkan tangan, melawan segala bentuk penindasan kepada kaum perempuan dan anak-anak. Sesekali ia mengajak salah satu putrinya untuk mengawal proses penyidikan hingga putusan vonis atas setumpuk kasus-kasus pelecehan seksual dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). “Biar ada regenerasi. Saya kan sudah tua, anak saya biar yang melanjutkan perjuangan ini,” katanya saat berbincang dengan Espos di Wonogiri, pekan lalu.

Advertisement

Ibu itu bernama Siti Muslimah. Meski tinggal di Wonogiri Kota, sepetak rumahnya tersembunyi di balik sebuah ruko usaha jasa di tepi jalan raya. Melalui sebuah gang kecil di samping rumahnya itu, ia baru bisa keluar dan memulai segala aktivitasnya untuk keluarga dan urusan sosial kemasyarakatan. Dalam kesendiriannya, ibu itu mengaku kerap bertanya dalam batin akankah keadilan yang ia impikan bisa dicapai untuk anak-anak dan kaum perempuan korban kekerasan dan tindakan asusila. “Kita ini hidup dikepung oleh ketimpangan akan kemajuan teknologi, sistem dan budaya. Anak masih SD saja sudah terbiasa menonton video porno lewat HP,” kata Muslimah penuh cemas.

Ya, Muslimah memang hidup seperti diliputi kecemasan. Ia cemas akan masa depan anak-anak dan kaum perempuan. Ia cemas akan nasib para korban tindakan asusila di bawah umur. Ia mencemaskan sistem penegakan hukum. Ia juga mencemaskan sikap kalangan pendidik yang sama sekali tak memihak para murid yang menjadi objek perkosaan. Inilah alasan kuat yang mendorong Muslimah untuk merelakan rumahnya menjadi tempat berteduh dan bermain bagi anak-anak yang teraniaya itu. Di rumahnya yang penuh dengan aneka tanaman, Muslimah mengajak mereka untuk menemukan kembali harapan hidup yang sempat redup. “Sekarang ada tujuh anak yang saya asuh. Dua anak yatim laki-laki dan lima perempuan korban kekerasan,” katanya.

Muslimah menempuh jalan itu murni tanpa pamrih. Jika ada sisa tabungan di rumah, ia akan ajak anak-anak asuhnya itu untuk ikut menikmatinya. Jika tak ada, ia tak berpangku tangan begitu saja. Pendiri organisasi nirlaba Masyarakat Wonogiri Peduli Perempuan dan Anak (MWPPA) itu akan menggandeng Solopeduli untuk turut membantunya. “Saya kan juga enggak kaya. Jadi, kalau pas enggak punya uang, ya minta bantuan rekan sesama,” ujarnya.

Advertisement

Ibu tiga anak ini membaptiskan diri sebagai pembela kaum perempuan dan anak-anak tertindas setelah melalui sederet fase dan rintangan. Karena hanya guru SD, ia kadang kesulitan ketika mencari data terkait kasus kekerasan pada anak dan kaum perempuan ke Pengadilan Agama (PA) atau kepolisian. “Mungkin kalau saya wartawan, lain ya ceritanya,” candanya.

Namun, Muslimah tak patah arang. Ia terus tekun membangun jaringan di instansi-instansi terkait di sela-sela kesibukannya sebagai seorang guru. Satu per satu data yang berhasil ia temukan, ia catat di buku kerjanya. Lalu ia telusuri sendiri. Setelah itu, ia tampil di garda terdepan untuk membelanya. “Kalau keselamatan anak itu masih terancam, ya dia langsung saya inapkan di rumah. Biasanya itu untuk korban perkosaan di mana pelaku mengancam akan membunuhnya,” paparnya.

Kini, di tengah usianya yang merambat, Muslimah hanya bisa berharap semoga apa yang ia rintis selama ini bisa terus dilanjutkan demi tegaknya sebuah keadilan bagi korban kekerasan anak-anak dan kaum perempuan.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif