Soloraya
Rabu, 5 Desember 2012 - 20:32 WIB

Sempat Lumpuh Akibat Teror Bom Bali, Ekspor Gamelan Banyudono Kembali Bergeliat

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Salah seorang pekerja pembuat gamelan di Sanggar Seni Witoradyo, Pengging, sedang membuat saron. Pasar ekspor gamelan mulai bergeliat kembali. Foto diambil, Rabu (5/12/2012). (JIBI/SOLOPOS/Mahardini Nur Afifah)

Salah seorang pekerja pembuat gamelan di Sanggar Seni Witoradyo, Pengging, sedang membuat saron. Pasar ekspor gamelan mulai bergeliat kembali. Foto diambil, Rabu (5/12/2012). (JIBI/SOLOPOS/Mahardini Nur Afifah)

BOYOLALI – Peluang pasar ekspor bagi pengrajin gamelan kembali terbuka lebar tahun ini. Sebelumnya, pasar ekspor gamelan sempat lumpuh akibat bom bali. Beberapa pengrajin yang mengandalkan pasar ekspor memilih menutup usahanya.
Advertisement

Pengrajin Gamelan di Candirejo RT 001/001, Dukuh, Banyudono, Suwaldi, 48, ketika ditemui Solopos.com di rumahnya, Rabu (5/12/2012), menuturkan tahun ini peluang ekspor gamelan mulai kembali bergeliat. “Ekspor gamelan paling bergairah di tahun 1990-an. Kemudian ada bom bali pertama dan kedua. Pasar ekspor langsung lumpuh total. Tapi kami tetap bertahan di tengah keterbatasan. Lalu pelan-pelan, mulai tahun ini pasar ekspornya sudah membaik,” ujarnya.

Pemilik Sanggar Seni Witoradyo ini menjelaskan pasar ekspor terbesarnya saat ini ada di Asia Tenggara, Amerika, Australia dan Eropa. “Belakangan, pesanan paling gencar dari Malaysia. Singapura juga sudah mulai. Kalau Amerika, Australia, Perancis dan Belanda juga kadang-kadang,” ungkapnya.

Usaha yang telah dilakoni turun-temurun sejak tahun 1960-an ini, menurut Suwaldi, saat ini setiap bulan dirinya mampu menjual lima set gamelan yang masing-masing terdiri dari 13 jenis alat musik. Gamelan buatannya ditawarkan dalam lima kelas, dengan harga mulai Rp40 juta-an – Rp300 juta-an.

Advertisement

“Warga Malaysia biasanya beli yang besi. Karena mereka tertarik belajar alat musik. Tapi kalau dari Negara Barat, biasanya pembeli hanya mau yang kualitas prima. Menurut pembeli saya dari Amerika, kampus di Amerika dianggap lebih berkualitas kalau sudah punya perangkat gamelan,” katanya.

Kerajinan Gamelan di Sanggar Seni Witiradyo rata-rata setiap bulan mampu menghasilkan 20 set gamelan dan menjual lima set gamelan. Beberapa alat musik gamelan setengah jadi diambil dari pengrajin di Wonogiri, Sukoharjo, Sragen dan Boyolali. Untuk proses finishing dan penyetelan alat musik, Suwaldi dibantu 25 orang karyawan dari warga sekitar dan kerabatnya.

Salah seorang pengrajin gamelan, Nyoman, 41, mengaku baru dua setengah bulan bergabung dengan Sanggar Seni Witiradyo. “Sebelumnya saya kerja di kerajinan mebel di Sawit. Karena di sini sedang ramai, saya di ajak kerja di sini. Lebih irit ongkos, jadi penghasilan yang saya tabung bisa lebih besar. Kerajinan gamelan yang ramai saat ini bisa membantu warga sekitar dan kerabatnya,” jelasnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif