Jogja
Rabu, 5 Desember 2012 - 07:03 WIB

KEISTIMEWAAN: Magersari Mulai Picu Konflik

Redaksi Solopos.com  /  Rochimawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JOGJA – Tanah magersari mulai menimbulkan konflik di masyarakat. Mantodiharjo, 87, dan empat kepala keluarga lainnya yang selama ini mendiami tanah magersari di Jl Suryowijayan, Jogja terancam digusur.

Pasalnya, Pengadilan Negeri Jogja mengabulkan permintaan Cahyo Antono untuk menguasai lahan tersebut setelah mendapatkan surat kekancingan dari Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Menolak digusur, akhirnya Mantodiharjo beserta warga lainnya bertahan saat akan dieksekusi pada Selasa (4/12). Alhasil, Ketua PN Jogja menangguhkan proses eksekusi tersebut hingga menunggu turunnya rekomendasi dari Kraton dengan alasan surat kekancingan Mantodiharjo belum direspons.

Advertisement

“Kami tunggu sampai tanggal 15 [Desember]. Kalau surat kekancingan mereka [pihak Mantodiharjo] ditolak atau [Kraton] tidak ada keputusan eksekusi tetap jalan,” kata Ketua PN Jogja, HM Lutfi.

Lutfi kemarin dipaksa hadir setelah terjadi diskusi yang alot antara kedua belah pihak walau telah ditengahi Kapolresta Jogja, Komisaris Besar Mustaqim. Diskusi itu berlangsung sejak pukul 09.30 WIB hingga menutup ruas Jalan Suryatmajan. Mustaqim turun tangan untuk mencari solusi terbaik kasus tersebut. Namun sampai lebih satu jam, tidak juga muncul kesepakatan, hingga akhirnya Mustaqim menghubungi Lutfi.

Advertisement

Lutfi kemarin dipaksa hadir setelah terjadi diskusi yang alot antara kedua belah pihak walau telah ditengahi Kapolresta Jogja, Komisaris Besar Mustaqim. Diskusi itu berlangsung sejak pukul 09.30 WIB hingga menutup ruas Jalan Suryatmajan. Mustaqim turun tangan untuk mencari solusi terbaik kasus tersebut. Namun sampai lebih satu jam, tidak juga muncul kesepakatan, hingga akhirnya Mustaqim menghubungi Lutfi.

Lutfi hadir dengan memberikan usulan eskusi batal dan menunggu sikap Kraton. Jika Kraton memberikan kekancingan untuk Marto akan menjadi syarat untuk melakukan peninjauan kembali atas putusan eksekusi.

Mantodiharjo mengaku telah tinggal di tanah Magersari di Suryowijayan yang menghadap Jalan Suryatmajan sejak 1980. Baru kemudian disusul oleh empat KK yang lain, yakni Heru Marjono, Parjono, Prayitno, dan Eddy Sukarna. Di tempat itu, mereka membuka usaha warung dan tempat penitipan becak.

Advertisement

Setelah Cahyo mendapatkan surat kekancingan itu, warga yang tinggal di tanah magersari diminta pergi dengan kompensasi Rp35 juta untuk Marto, dan Rp6 juta untuk empat KK lainnya dan penggantian lahan. Tapi kedua tawaran itu dianggap tak pas. ”Usaha apa kami dengan uang segitu sedangkan lahan pengganti di tengah sawah di daerah Rumah Sakit Patmasuri,” ujarnya.

Cahyo menurut Sukarna adalah bukan warga asli sekitar, tetapi pengusaha yang membeli bangunan di belakang tanah magersari. Kuasa Hukum Cahyo, Zulkifly Sofian mengatakan kekancingan yang didapat Cahyo itu adalah perpanjangan kekancingan sebelumnya. Kekancingan yang diperolah pada 2003 itu berlaku selama 10 tahun, atau sampai 2013.

Menurutnya proses untuk mendapatkan kekancingan tak jauh beda ketika mengajukan hak atas tanah di Badan Pertanahan Nasional (BPN) dimana pengukuran tanah dilakukan. Dari pengukuran Kraton, Cahyo mendapatkan hak pinjam pakai sampai persis tepi trotoar.

Advertisement

Zulkfly menolak menjawab akan digunakan untuk apa tanah magersari tersebut. Yang jelas pihaknya hanya melanjutkan permintaan kliennya yang merupakan seorang pengusaha.

Terpisah, Kanjeng Gusti Pangeran Haryo (KGPH) Hadiwinoto, penghageng Panitikismo, mengatakan akan memanggil kedua belah pihak. Daerah tersebut menurutnya sebenarnya tidak diperbolehkan didirikan bangunan. Hal itu yang kemudian mendasari Panitikismo memberikan kekancingan pada Cahyo lantaran yang bersangkutan berjanji tidak mendirikan bangunan.

“Lahan yang disengkatakan tidak boleh didirikan bangunan karena menyalahi roi jalan,” katanya.

Advertisement

Karenanya, dia menolak disebutkan bahwa Kraton tidak berpihak pada masyarakat kecil. Hanya, Gusti Hadi menyayangkan pihak Cahyo yang gegabah membawa kasus itu ke pengadilan. Dia menyarankan agar diberikan tali asih kepada pihak Marto. “Nggak semua harus dibawa ke pengadilan. Harus dirembug dengan baik-baik,” tuturnya.

Amin Zakaria, kuasa hukum Marto menyayangkan jika sampai terjadi penggusuran warga yang tinggal di magersari. “Jelas bahwa dengan keistimewaan, Sultan mengatakan melalui berbagai media massa bahwa tidak ada penggusaran untuk mereka yang berada di tanah magersari.” 

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif