Soloraya
Kamis, 29 November 2012 - 22:40 WIB

Program Bebas Pasung Boyolali Terkendala Sikap Keluarga

Redaksi Solopos.com  /  Anik Sulistyawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

BOYOLALI-Program bebas pasung (penanganan penderita gangguan kejiwaan berat dari isolasi terhadap lingkungan sosial) 2012 di Kabupaten Boyolali masih terkendala sikap keluarga penderita. Minimnya kesadaran keluarga penderita terhadap pentingnya pengobatan bagi penderita gangguan kejiwaan berat maupun ringan mempengaruhi hal tersebut.

Menurut Kepala Seksi Kesehatan Dasar, Khusus dan Rujukan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Boyolali, Eko Widatik, sikap keluarga yang kurang terbuka terhadap keberadaan penderita gangguan jiwa berat menjadi kendala utama yang  dihadapi petugas kesehatan puskesmas saat akan akan melakukan pendataan penderita. Padahal, kata dia, data tersebut diperlukan agar penderita gangguan jiwa segera dapat tertangani. “Puskesmas hanya bertugas mendata dan menjadi perantara dalam penanganan penderita gangguan jiwa. Setelah didata, jika pihak keluarga mengizinkan, penderita akan dijemput oleh tim Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) yang diberi kewenangan untuk dirawat,” katanya ketika ditemui solopos.com di kantornya, Kamis (29/11/2012).

Advertisement

Eko menilai, keterbukaan dan kesadaran keluarga sangat penting mengingat kasus gangguan jiwa berat maupun ringan bagaikan fenomena gunung es. Apalagi, lanjut dia, penderita gangguan jiwa berat sering dihindarkan dari lingkungan sosial oleh keluarga mereka, baik dengan cara dipasung, dikurung atau dikunci dalam ruangan tersendiri. Cara ini menurutnya, hanya akan menenangkan penderita untuk sementara, bukan menyembuhkan.

Ia melanjutkan, hingga Oktober 2012, tercatat ada 20 penderita gangguan jiwa berat dan tiga penderita gangguan jiwa ringan. Dari 20 penderita gangguan jiwa berat yang ada, sembilan di antaranya sudah mendapatkan perawatan dari RSJD. “Saat ini mereka sudah dikembalikan ke keluarga masing-masing. Kabar terakhir yang kami terima, kondisi mereka umumnya baik, malah ada yang sudah kembali mampu berinteraksi dengan dunia luar dan kembali bertani. Sementara penanganan penderita gangguan jiwa lainnya masih menunggu izin keluarga,” ujarnya.

Untuk mendata penderita gangguan jiwa yang belum tertangani, tambah Eko, pihak Dinkes akan memaksimalkan peran puskesmas di setiap kecamatan, baik melalui bidan desa maupun tenaga medis lainnya. Pada 2013 nanti, lanjut dia, akan diadakan penambahan pengetahuan bagi tenaga medis di Boyolali tentang penyakit kejiwaan. “Dengan adanya penambahan pengetahuan, kami berharap tenaga medis bisa lebih siap mengahadapi sikap keluarga penderita. Kami pun mengharapkan lebih banyak keluarga penderita yang sadar akan pentingnya perawatan bagi penderita gangguan kejiwaan. Mereka bukan aib, karena jika dirawat kondisinya bisa membaik,” tambahnya.

Advertisement

Terpisah, Kepala Puskesmas II Boyolali, Agustin Andayani, mengakui adanya kesulitan yang sering dihadapi tenaga medis dalam mendata penderita gangguan jiwa. Hingga saat ini, Puskesmas II Boyolali belum pernah menerima laporan warga tentang adanya penderita gangguan jiwa berat.Untuk mendukung program bebas pasung, pihaknya akan menyiagakan kader puskesmas yang ada di setiap desa. “Selain bidan desa, kami juga memiliki sedikitnya 250 kader puskesmas. Kader tersebut rencananya akan kami berikan pelatihan tentang kesehatan kejiwaan pada tahun depan,” tuturnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif