Soloraya
Minggu, 18 November 2012 - 21:27 WIB

KERATON SOLO OBRAL GELAR: Gelar Bangsawan Tak Lagi Prestise

Redaksi Solopos.com  /  Tutut Indrawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/dok)

Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/dok)

SOLO–Adanya dugaan jual-beli gelar di Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menjadikan gelar kebangsawanan tak lagi prestise.  Pasalnya, gelar diberikan bukan berdasarkan pengabdian melainkan besaran uang yang diberikan.
Advertisement

Sejarawan muda Solo, Heri Priyatmoko, mengungkapkan gelar seharusnya diberikan kepada sesorang atas prestasi serta pengabdiannya di keraton. “Menengok sejarah, gelar diberikan kepada orang yang berjasa atau berdasarkan pengabdiannya kepada keraton,” jelasnya saat dihubungi Solopos.com, Minggu (18/11/2012).

Heri menuturkan jika jual-beli gelar masih terjadi di Keraton Solo, dia menilai hal itu justru semakin memperburuk citra keraton yang belakangan masih terjadi konflik internal. “Gelar nantinya hanya sebuah keyakinan saja. Tetapi yang herannya di sini masih ada masyarakat yang berusaha membeli gelar,” ungkapnya. Terlebih, gelar dijual-belikan kepada orang bekewarganegaraan asing yang tidak jelas asal-usulnya. “Ini kan menjadi aneh diberikan kepada orang yang tidak jelas asal usul kebudayaannya yang sesuai dengan budaya jawa,” terangnya.

Disinggung kemungkinan keraton melakukan jual-beli gelar, Heri menilai hal itu bisa disebabkan lantaran belakangan keraton tak mendapat hibah dari pemerintah. Sehingga harus memenuhi kebutuhan keraton melalui berbagai cara. “Sisi positifnya keraton menambah pemasukan dari jual-beli itu. Tetapi ya risikonya gelar tidak lagi prestise,” tuturnya.

Advertisement

Lantaran hal tersebut, lanjutnya, jika keraton masih menginginkan keluhuran budayanya diakui masyarakat, menurutnya harus ada kejelasan persayaratan gelar diberikan kepada seseorang. Jika hal ini tidak dilakukan, justru bakal membunuh keraton sendiri dalam artian gelar keraton tak lagi istimewa.

Lebih lanjut, Heri menyampaikan jika ada masyarakat yang masih menganggap istimewa gelar keraton, mereka harus mampu mengatur tingkah laku serta etika dalam bermasyarakat. “Jika tidak bisa justru itu menjadi beban atau bumerang bagi yang menerima gelar. Yang bersangkutan harus siap menjadi bahan cibiran masyarakat,” terangnya. Pasalnya, di masyarakat Jawa gelar keraton diberikan untuk mengontrol tingkah laku seseorang. “Sebagai bangswan mereka dituntut punya laku utomo. Jadi tidak bisa sak karepe dewe,” pungkasnya.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif