News
Sabtu, 10 November 2012 - 12:20 WIB

LSM: 7 Negara Produsen Kelapa Sawit Terlibat Konflik Agraria

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

JAKARTA — Sedikitnya tujuh negara produsen kelapa sawit di Asia Tenggara terlibat konflik agraria dengan terjadinya pencaplokan tanah besar-besaran hingga penggusuran paksa. Indonesia memiliki area perkebunan terbesar hingga mencapai 9,4 juta hektar pada akhir tahun lalu.

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) menyatakan penipisan hutan-hutan tropis, tingginya angka konflik agraria dan penggusuran masyarakat lokal tak bisa dipisahkan dengan ekspansi perkebunan kelapa sawit skala besar dengan cepat. Sedikitnya, kini terdapat 16 juta hektar perkebunan kelapa sawit di Asia Tenggara, dengan 80% perluasan itu dilakukan dalam 15 tahun terakhir.

Advertisement

“Melonjaknya permintaan minyak sawit mentah secara global, mendorong penyerobotan lahan di negara-negara berkembang, terutama di mana tanah yang cocok untuk tanaman kelapa sawit seperti Asia Tenggara,” demikian situs resmi Elsam pada Sabtu, (10/11/2012).

Elsam mencatat, mengutip data Marcus Colchester pada 2011, Indonesia memiliki luas perkebunan terbesar yakni mencapai 9,4 juta hektar pada akhir tahun lalu. Peringkat itu disusul masing-masing oleh Malaysia (4,6 juta hektar), Papua New Guinea (0,5 juta hektar), Thailand (644.000 hektar). Kamboja (118.000 hektar), Filipina (46.608 hektar) dan Vietnam (650 hektar).

Organisasi pemantau HAM itu menyatakan negara-negara di Asia Tenggara tengah bersaing untuk memperluas perkebunan kelapa sawit dalam 15 tahun terakhir seiring dengan meningkatnya agrofuel. Namun, peningkatan itu juga menyebabkan dampak besar terhadap masyarakat lokal, hutan, dan perubahan penggunaan lahan secara massif.

Advertisement

“Masalah ini bukan hanya tanggung jawab masyarakat sipil di negara-negara di mana ‘gurun hijau’ dibuat, tetapi merupakan tanggung jawab global, baik masyarakat sipil di negara-negara maju maupun berkembang,” demikian Elsam. “Meskipun demikian, respon kritis dari kalangan masyarakat sipil masih diperlakukan buruk oleh pemerintah dan perusahaan.”

Elsam memaparkan puluhan pemimpin kelompok petani, serikat pekerja dan aktivis mengalami kekerasan dan kriminalisasi ketika memprotes aksi penyerobotan lahan. Oleh karena itu, Elsam menilai, konsolidasi di tingkat nasional perlu diperkuat oleh konsolidasi regional seperti di tingkat ASEAN terkait dengan lemahnya komunikasi antar jaringan antar kawasan tersebut. Meningkatnya ancaman terhadap kalangan masyarakat sipil, demikian organisasi tersebut, menyaratkan perlindungan sistematis melalui penguatan jaringan.

Advertisement
Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif