Redaksi Solopos.com / R. Bambang Aris Sasangka | SOLOPOS.com
Karena itu kalangan petani tembakau pun mengubah proses pengeringan dari menggunakan oven ke pengeringan dengan sinar matahari langsung. Langkah itu dilakukan untuk menekan kerugian yang ditanggung para petani tersebut. Hal itu diakui ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) Boyolali, Teguh Sembodo. Menurut pria yang akrab disapa Nanang itu, sebagian petani yang mengolah tembakau asapan memilih memanfaatkan pengeringan di bawah sinar matahari langsung, dibanding dengan menggunakan oven. “Karena lebih hemat dari sisi biaya. Kan tidak perlu membuat oven untuk proses pengeringannya?” ungkap Teguh.
Teguh mengakui mahalnya pembuatan oven sehingga hanya ada beberapa petani yang memilikinya. ”Padahal kalau melihat harga jual saat ini, selisih harga antara tembakau asapan yang dikeringkan dengan sinar matahari dengan oven, tidak berbeda jauh. Hanya sekitar Rp4.000/kg,” katanya.
Disebutkan dia, harga jual tembakau asapan dengan oven mencapai Rp25.000/kg. Sedangkan pengeringan langsung dengan sinar matahari hanya Rp21.000/kg. “Tembakau ini biasanya digunakan untuk cerutu dan rokok,” terangnya. Teguh mengakui hingga saat ini para petani tembakau rata-rata tak memiliki pilihan untuk beralih ke pekerjaan lainnya. Sehingga bagaimana pun kondisi harga jual tembakau di pasaran, mereka tetap memilih untuk menanam tembakau.
”Apalagi jika melihat persoalan pertanian, di mana, perubahan pola tanam dari padi ke tembakau ini, bisa memutus mata rantai serangan hama, terutama hama tikus,” imbuh Teguh.