Soloraya
Jumat, 5 Oktober 2012 - 22:27 WIB

Belanja Langsung Baru Terserap 21,25%, Pemkab Klaten Dinilai Lamban

Redaksi Solopos.com  /  Tutut Indrawati  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - FX Setyawan (Dok/JIBI/SOLOPOS)

FX Setyawan (Dok/JIBI/SOLOPOS)

KLATEN—Kalangan anggota DPRD Klaten menilai eksekutif Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Klaten terlalu lamban dalam menyerap anggaran belanja langsung pada APBD 2012.

Advertisement

Seperti diketahui, penyerapan belanja langsung dalam APBD Kabupaten Klaten per 4 Oktober baru mencapai 21,25% kendati sudah memasuki triwulan keempat 2012.

Ketua Fraksi Partai Golkar, FX Setyawan, saat ditemui Solopos.com di kantornya, Jumat (5/10/2012), mengaku prihatin tidak maksimalnya penyerapan belanja langsung yang bersinggungan dengan kebutuhan masyarakat tersebut.  “Keberhasilan kinerja itu tergantung kedisiplinan mulai dari perencanaan hingga pelaksanaan program,” kata Setyawan.

Setyawan mengaku kaget ketika mendapat laporan realisasi penyerapan belanja langsung tersebut. Dia mengaku lebih kaget ketika mengetahui realisasi belanja langsung khususnya belanja modal baru mencapai 10,44% dari anggaran senilai Rp210,9 miliar. Dia memaklumi sejumlah petunjuk teknis dari pemerintah pusat dalam pengadaan barang dan jasa maupun implementasi sejumlah program datang terlambat. Akan tetapi pelaksanaan program kegiatan tidak semuanya harus menunggu turunnya petunjuk teknis tersebut.

Advertisement

Melanggar Hukum

Setyawan meminta eksekutif mempercepat proses penyerapan anggaran. Dia meminta eksekutif bisa memanfaatkan waktu kurang dari tiga bulan untuk menyerap semua anggaran. “Anggaran sudah ada, jangan sampai dibiarkan menjadi silpa [sisa lebih penghitungan anggaran]. Kalau adanya silpa itu akibat efisiensi ya bagus, tapi kalau silpa itu akibat tidak terlaksananya kegiatan tentu sangat disayangkan,” tukasnya.

Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS), Marjuki, menyayangkan jika belum maksimalnya penyerapan belanja langsung itu disebabkan kesalahan perencanaan dari pengguna anggaran.  “APBD itu sudah ditetapkan sebagai dokumen hukum berupa peraturan daerah. Kalau ketentuan dalam APBD itu dilanggar itu sama halnya melanggar hukum,” tegas Marjuki.

Advertisement

Marjuki menilai keterlambatan penyerapan belanja langsung otomatis menghambat pembangunan daerah. Terhambatnya pembangunan daerah mengakibatkan tidak maksimalnya peningkatan perekonomian masyarakat.

Total belanja langsung dalam APBD setelah perubahan senilai Rp403 miliar. Memasuki triwulan keempat penyerapan belanja langsung baru mencapai 21,25% atau senilai Rp85,6 miliar. Dengan begitu, anggaran belanja langsung senilai Rp317 miliar belum terserap.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif