Entertainment
Selasa, 2 Oktober 2012 - 17:24 WIB

Pesan Dakwah dalam Guyonan Ketoprak MTA Solo

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Pentas ketoprak MTA Solo (Burhan Aris Nugraha/JIBI/SOLOPOS)

Pentas ketoprak MTA Solo (Burhan Aris Nugraha/JIBI/SOLOPOS)

Perbedaan pendapat tentang pengertian dan tujuan bersih desa membuat Kukuh Rahayu, salah satu warga Pragolan harus diusir dari desanya. Sang Lurah, Jaya Berdondi, menganggap bersih desa merupakan ritual turun temurun yang wajib dilaksanakan agar desa tersebut jauh dari malapetaka.

Advertisement

Namun tidak bagi Kukuh, bersih desa seharusnya menjadi ajang mengucap syukur terhadap Tuhan dan sebagai ajang menciptakan kebersamaan antar warga. Bukan malah takut dengan mala petaka.

“Wong desa iki podo percaya yen gak dianakakae bersih desa, bisa kena pageblukan. Nek koe gak setuju, lungo saka desa kene. Aja nang kene,” ucap sang Lurah mengusir Kukuh saat rapat di desa.

Advertisement

“Wong desa iki podo percaya yen gak dianakakae bersih desa, bisa kena pageblukan. Nek koe gak setuju, lungo saka desa kene. Aja nang kene,” ucap sang Lurah mengusir Kukuh saat rapat di desa.

Kukuh yang diperankan oleh Annas, salah satu pemuda Majlis Tafsir Al-Quran (MTA), tak lantas keluar dari desa tersebut. Ia mulai khawatir terhadap budaya di Pregolan yang menurutnya semakin memprihatinkan. Di tengah pergolakan batinnya, ia dipertemukan dengan seorang kakek tua yang akhirnya menyadarkan Lurah Pragolan. Kakek yang sebenarnya adalah ayah Lurah Jaya, berhasil menghentikan pertempuran warga yang beda pendapat tersebut dengan nasihat-nasihatnya.

“Darah, harta dan kehormatan sesama muslim kuwi haram. Aja dilanjutke perang iki,” lerainya saat adegan peperangan antara kubu Luraha Jaya dan Kukuh berlangsung.

Advertisement

Sutradara sengaja memasukkan unsur dakwah di dalamnya. Misalnya, tentang larangan perpecahan antar sesama muslim.

“Kethoprak berjudul Sing Becik Ketara ini  sekaligus sebagai sarana untuk mengingatkan penonton tentang ritual bersih desa yang seharusna memiliki makna syukur bukan takut akan marabahaya,” urai Trisnu.

Namanya juga kethoprak, pentas yang diikuti sekitar 25 pemuda MTA itu tetap tak jauh dari rasa humor. Beberapa kali, ucapan pemain yang ceplas-ceplos membuat penonton terpingkal.

Advertisement

“Koe ngerti gak cara nggoleki cangkeme cacing?” tanya salah satu pemain. “Ora ngerti, carane kepriye?” jawab pemian lainnya.

“Carane kui gampang. Cacinge kae ithik-ithiken. Hla, sing ketok ngguyu kae mesti rak yo cangkeme cacing,” timpal pemain awal yang langsung disahut ger-geran penonton.

Malam seni tersebut juga diperingati dengan pementasan wayang Anoman Duta oleh dalang cilik, Anggit dan pentas wayang kulit berjudul Babat Alas oleh Ketua Sanggar Sarotama, Ki Mudjiono. Selama sekitar dua jam Anggit menunjukkan sabetan-sabetan andalannya.

Advertisement

Sementara, Ki Mudjiono, menutup pementasan dengan pergelaran wayang selama empat jam.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif