Soloraya
Rabu, 26 September 2012 - 15:04 WIB

Pengusaha Penyulingan Cengkeh Janji Evaluasi Resapan Limbah

Redaksi Solopos.com  /  R. Bambang Aris Sasangka  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Warga RT 001/RW 003, Dukuh Sukorejo-Mranggen, Surati, 46, mengambil air dari tandon air miliknya. Selama dua pekan terakhir Surati tak berani menggunakan air tersebut lantaran berubah warna menjadi kemerahan dan berbau. (JIBI/SOLOPOS/Septhia Ryanthie)

Warga RT 001/RW 003, Dukuh Sukorejo-Mranggen, Surati, 46, mengambil air dari tandon air miliknya. Selama dua pekan terakhir Surati tak berani menggunakan air tersebut lantaran berubah warna menjadi kemerahan dan berbau. (JIBI/SOLOPOS/Septhia Ryanthie)

BOYOLALI – Pemilik usaha penyulingan daun cengkeh di wilayah Desa/Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali, berjanji akan mengevaluasi kemungkinan kebocoran resapan limbah dari produksi usahanya. Hal itu menanggapi kekhawatiran warga RW 003, Dukuh Sukorejo-Mranggen, Desa Sukorame, terhadap kondisi air yang bersumber dari sungai di wilayah Dukuh Karanglo-Dukuh Tampir, Desa Musuk, yang berubah warna menjadi kemerahan dan berbau.
Advertisement

Sebelumnya sekitar dua pekan terakhir, sejumlah warga RW 003, Dukuh Sukorejo Mranggen, Desa Sukorame, Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali tak berani menggunakan air yang bersumber dari sungai yang berada di wilayah Dukuh Karanglo-Dukuh Tampir, Desa Musuk, untuk keperluan konsumsi. Sebab air yang biasa digunakan warga untuk kebutuhan hidup sehari-hari, belakangan berubah warna menjadi kemerahan dan berbau cengkeh. Diduga, sumber air itu tercemar limbah penyulingan daun cengkeh.

Pemilik usaha penyulingan daun cengkeh, Eko Purwanto, 37, saat ditemui wartawan di tempat penyulingan, Rabu, sejauh ini pihaknya belum pernah mendapatkan keluhan dari warga terkait dampak usaha penyulingan daun miliknya itu, termasuk mendapatkan teguran dari instansi terkait. “Apalagi usaha saya ini sudah berjalan dari tahun 2000 lalu. Sejauh ini saya belum pernah menerima keluhan atau teguran terkait dampak usahanya,” katanya.

Untuk pengolahan air limbah dari usahanya itu, Eko menjelaskan selama ini limbah telah dibuang melalui sumur resapan dan tidak langsung ke sungai demi menghindari pencemaran. Sebagian digunakan untuk pengairan tanaman warga setempat. “Bahkan selama ini ada warga yang meminta air pendingin yang digunakan dalam proses produksi, untuk keperluan air minum,” ungkapnya.

Advertisement

Air pendingin yang selama ini dimanfaatkan warga untuk konsumsi, dijelaskan dia, ditampung tersendiri dalam bak besar dan tidak bercampur dengan air sulingan. Terkait itu, Eko menyatakan pihaknya sudah ada perjanjian dengan pemerintah desa (Pemdes). “Ya dengan dimintanya air pendingin itu oleh warga untuk konsumsi, tentunya kami tidak bertanggung jawab kalau ada apa-apa. Tapi sejauh ini kami belum pernah menerima keluhan dari warga tentang dampaknya. Sebab air itu merupakan air yang digunakan untuk proses pendinginan,” jelas dia.

Namun dengan adanya kekhawatiran warga tersebut, Eko berjanji akan mengevaluasi kemungkinan adanya kebocoran resapan limbah dari produksi penyulingan daun miliknya itu. “Kalau perlu saya bisa menghentikan sementara produksi untuk satu hari, untuk melihat kemungkinan ada kebocoran limbah atau tidak,” janjinya.

Kepala Desa (Kades) Sukorame, Marjito, mengakui saat musim kemarau, debit mata air di desa setempat menyusut hingga 70 persen. Sebagian warga, imbuh dia, memanfaatkan air pendingin yang digunakan dalam produksi penyulingan daun cengkeh. Sedangkan terkait dugaan pencemaran di sungai, menurut dia lantaran kandungan zat besi di wilayah tersebut cukup tinggi. Selain itu, di kawasan hulu air sungai juga banyak dibendung warga untuk pemancingan ikan lele. “Mata airnya memang susut 70 persen, selain itu kandungan besinya juga tinggi,” kata dia.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif