Redaksi Solopos.com / R. Bambang Aris Sasangka | SOLOPOS.com
Pernyataan itu mengemuka dalam diskusi Kekerasan Atas Nama Agama: Menyimak Kasus Film Innocence of Muslims yang digelar Indonesian Conference on Religion and Peace di kantor Pusat PBNU Jl. Kramat Raya, Jakarta Pusat, hari ini. Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD berpendapat demo besar-besaran atas film Innocence of Muslims terlalu berlebihan. Padahal film tersebut kategori film sampah. “Kita ini dipancing oleh orang gila, dan kita terpancing,” tegasnya.
Menurutnya, Amerika adalah negara yang tak ada urusannya dengan film tersebut,tetapi justru didemo. Bahkan kedutaan AS di Lybia dibom,sehingga memakan korban. “Kekerasan di manapun itu tak akan menguntungkan. Hanya merugikan, termasuk bagi kaum mayoritas,” terangnya.
Menurutnya, Amerika adalah negara yang tak ada urusannya dengan film tersebut,tetapi justru didemo. Bahkan kedutaan AS di Lybia dibom,sehingga memakan korban. “Kekerasan di manapun itu tak akan menguntungkan. Hanya merugikan, termasuk bagi kaum mayoritas,” terangnya.
Mantan Rektor UIN Azyumardi Azra menyampaikan kemarahan umat Islam atas film Innocence of Muslims tidak boleh dilakukan dengan cara yang berlawanan dalam ajaran Islam. Menurutnya, umat Kristen Protestan/Katolik lebih dewasa dalam menysikapi soal penistaan agama. ” Umat Islam mengidap mentality of loser [mentalitas umat yang kalah], karena itu reaktif,” paparnya.
Sekjen PBNU Masdar F Masudi berpendapat pembuat film Innocence of Muslims pasti sekarang senang sekali melihat umat Islam marah karena filmnya direspon dunia. Padahal,sambungnya, apabila film itu dibiarkan pasti tak akan menarik perhatian. “Jadi, umat Islam ikut ‘membeli’ film itu,” tukasnya. Dia mengimbau ke depan apabila ada yang memprovokasi agama, sebaliknya umat Islam mendoakan saja pelakunya agar segera sadar dari pada marah-marah dan membuat kerusakan.
Hal senada disampaikan Tokoh Budha Bante Jaya Medho. Menurutnya, hal negatif agar tidak dibalas dengan keburukan. Dia menyadari itu sulit dilakukan, tetapi hal itu harus dimasukkan ke dalam pola pikir setiap umat manusia. “Kata Buddha, jika ada vihara dibakar, kesempatan bagi kamu untuk berdana lebih besar lagi. Saya sendiri salut pada umat NU yang tak ikut terprovokasi oleh film itu,” terangnya.
Tokoh Katolik Romo Haryanto mengutarakan bagwa film Innocence of Muslims adalah sampah. “Lebih jelek dari film buatan anak-anak Kanisius,” ujarnya disambut tawa peserta diskusi. Menurutnya, manusia lebih penting daripada agama, sehingga umat manusia harus mampu menahan diri. Pasalnya dalam banyak kasus, agama adalah sumber masalah, bukan menyelesaikannya.
Tokoh Muhammadiyah Imam Addaruquthni menambahkan umat Islam harus mampu menahan diri dari segala penistaan agama agar tidak menambah deret panjang catatan negatif agama. “Kita ini mewarisi agama yang curriculum vitae-nya penuh dengan konflik,” ujarnya.
Dalam beberapa pekan terakhir film Innocence of Muslims memicu reaksi protes umat muslim dunia, termasuk Indonesia. Bahkan sempat memakan korban,sekitar 13 orang meninggal dunia dalam aksi protes itu dan ratusan orang terluka. Termasuk di Indonesia yang menyebabkan orang luka-kuka karena bentrok dengan aparat, pekan lalu.
Film itu dibuat oleh Basseley Nakoula, warga California, AS. Film yang menggambarkan Nabi Muhammad secara sangat negatif dengan kualitas cerita dan sinematografi asal-asalan itu beredar di Youtube sejak awal Juli dan telah memicu serangkaian aksi demo di berbagai negara muslim.