Angkringan
Minggu, 16 September 2012 - 12:15 WIB

ANGKRINGAN: Menyogoklah dengan Kejujuran

Redaksi Solopos.com  /  Harian Jogja  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Mungkin Anda pernah dengar, ada seorang sopir taksi begitu gemetar ketika menemukan sekantung berlian senilai sekitar Rp2 miliar yang ditinggalkan secara tak sengaja oleh penumpangnya.

Anda barangkali akan mengira, di tengah lunturnya nilai-nilai etika dan moral yang banyak dikeluhkan akhir-akhir ini, si sopir akan menyimpan barang itu sebagai rezeki nomplok. Dalam realitas kehidupan, mungkin komentar seperti ini yang akan muncul: “Ah, bego [bodoh] amat kalau dikembalikan.”

Advertisement

Itulah probabilitas yang barangkali kerap terdengar dalam pembicaraan di sudut-sudut warung kopi pinggir jalan. Toh, banyak alasan yang bisa dibuat, jika penumpangnya mencari kantung berlian itu. Misalnya saja, si supir bisa berdalih kantung berlian diambil penumpang lain yang dilayani berikutnya.

Dan tahukah Anda, pengemudi taksi itu mengembalikan kantung berlian tersebut. Kebetulan ia bekerja di Blue Bird, operator taksi terbesar di Indonesia, yang kini mengelola lebih dari 25.000 armada, dengan lebih dari 28.000 sopir.

Kini bisnis Blue Bird terus bertumbuh dengan pesat. Bahkan manajemen mengaku kewalahan untuk merekrut tenaga kerja yang kompeten karena pesatnya pertumbuhan bisnis yang tidak seiring dengan ketersediaan tenaga kerja yang mumpuni.

Advertisement

Seperti dikisahkan Noni Purnomo, salah satu arsitek inovasi dan “otak perubahan” dalam manajemen Blue Bird, satu nilai dasar yang menjadi pondasi sukses perusahaan itu adalah Kejujuran. Di Blue Bird, kisah sekantung berlian itu hanyalah sepenggal cerita yang bisa jadi memperkuat keyakinan pelangganannya, bahwa perusahaan itu mempekerjakan profesional, yang benar-benar jujur.

Sedikitnya 800 item barang yang tertinggal di taksi setiap bulan dalam berbagai bentuk, entah telepon genggam atau yang lain, dikembalikan sang pengemudi kepada penumpangnya. Maka, Jaya Suprana pernah menganugerahkan rekor Muri kepada operator taksi itu untuk rekor jumlah barang yang dikembalikan.

Dalam budaya organisasi, nilai dasar yang dipegang individu-individu anggota organisasi, akan membentuk agregat nilai perusahaan yang disebut sebagai budaya perusahaan.

Maka dalam industri jasa angkutan seperti taksi, hal itu tidak hanya termanifestasikan ke dalam kejujuran sang sopir dalam mengembalikan barang penumpang yang tertinggal, tetapi juga tercermin dalam seberapa akurat argometer mobil taksi yang dipasang oleh perusahaan.

Advertisement

Ilustrasinya sederhana saja. Jika Anda naik taksi, tetapi argometer atau alat ukur ongkos taksi bergerak terlalu cepat dalam menghitung nilai rupiah yang harus dibayar, Anda tentu akan komplain besar.

 

Jujur

Saya lalu ingat pesan ibu ketika minta doa restu hendak mencari pekerjaan begitu lepas kuliah sekitar tahun 1992 silam. “Mas, kowe [kamu] kerja apa saja silakan. Yang penting jujur.”

Advertisement

Kakek saya serupa meski tak sama. “Mas, kamu jangan sekali-kali mencari pekerjaan dengan membayar [menyogok].” Begitu kurang lebih pesan yang terngiang sampai sekarang. Kakek saya benar. Apabila mencari kerja saja sudah nyogok, hampir dapat dipastikan akan sulit bekerja dengan jujur.

Saya memaknainya dengan lebih jauh lagi: ada hak orang terhadap pekerjaan yang seharusnya didapatkan, tetapi diambil orang lain dengan cara paksa lewat mekanisme “sogokan”.

Anda tentu tahu, di musim rekrutmen pegawai negeri seperti bulan-bulan ini, mekanisme sogok-menyogok atau prinsip “orang terdekat” bukan “orang terbaik” masih [atau bahkan makin] marak terjadi.

Maka, bagi yang menyogok untuk mendapatkan pekerjaan, kurang lebih telah menghilangkan kesempatan orang lain mendapatkan pekerjaan, alias menafkahi keluarganya seumur hidup. Itu sama saja dengan merampas kemakmuran orang lain!Itu filosofi moral, yang barangkali terdengar aneh bagi kebanyakan orang sekarang.

Advertisement

Repotnya, perilaku menghalalkan segala cara tidak hanya merasuki jiwa individu, tetapi juga banyak organisasi. Ini tidak hanya organisasi bisnis, tetapi juga organisasi politik; bahkan yang mengklaim sebagai organsasi keagamaan. Maka, tidak heran jika “daftar tunggu” para tersangka di KPK atau komisi antikorupsi begitu panjang.

Sayangnya, itulah potret negeri ini. Kita belum sepenuhnya menjadi bangsa yang jujur.

Padahal nilai kunci (key values) jujur, kerja keras dan disiplin, telah mengantarkan sukses tak hanyma korporasi tetapi juga negara. Tak perusahaan yang sudah tercatat di lantai bursa tetapi juga perusahaan keluarga.

Tentu tidak ada resep yang bisa menjadi penyembuh dengan cepat. Tetapi jika berkenan meresapi nasihat penggiat ekonomi syariah, Adiwarman A. Karim, barangkali ada manfaatnya.

Mumpung masih dalam suasana Syawal, izinkan saya mengutip tiga nasihat Karim sebagai pegangan profesional, birokrat ataupun pebisnis yang ingin sukses tanpa khawatir dicokok KPK.

Pertama, keluarkan hal-hal yang buruk/haram (jujur) dari kehidupan kita; lalu isi hidup dengan hal-hal yang baik alias proper dan ikuti aturan (cerdas), serta hiasi hidup dengan yang indah-indah (hubungan baik, jiwa besar, peduli).

Advertisement

Kedengarannya puitis memang. Tetapi nasihat itu aplicable alias sangat bisa diterapkan jika Anda ingin berhasil, termasuk dalam menjalankan bisnis. Intinya, jujur saja tidak cukup, tetapi juga perlu lebih cerdas dan berhubungan secara baik dengan relasi kita.

Maka seperti contoh kisah Blue Bird dan banyak perusahaan yang menjalankan filosofi itu, hasilnya Anda tidak hanya sukses “doing business”, tetapi yang lebih penting adalah sukses “doing good business” yang berkesinambungan.

Jadi, bolehlah Anda menyogok, tetapi sogoklah dengan kejujuran, kecerdasan, dan hubungan baik. Bukan dengan uang. Bagaimana menurut Anda?

Arief Budisusilo

Dewan Redaksi Harian Jogja

 

Advertisement
Kata Kunci : Kejujuran Nyogok
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif