Lifestyle
Sabtu, 15 September 2012 - 14:30 WIB

Hati-hati, Nilai Pemalsuan Obat Di Indonesia Tembus US$200 Juta

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Dok)

Ilustrasi (JIBI/SOLOPOS/Dok)

NUSA DUA— Nilai pemalsuan obat di Indonesia diprediksi per tahunnya menembus angka US$200 juta atau 10% dari total pasar farmasi di Tanah Air.

Advertisement

“Perkiraan itu berdasarkan hasil survei dari sejumlah lembaga dunia yang perhatian terhadap hal itu. WHO juga memperkirakan market share pemalsuan obat sebesar 10-30 persen,” kata Widyaretna Buenastuti, Ketua Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) di sela-sela Kongres Federasi Asosiasi Farmasi Asia (FAPA) di Nusa Dua, Sabtu (15/9/2012).

Menurut dia, pemalsuan obat menimbulkan risiko bagi kesehatan masyarakat dan pemakainya dapat menyebabkan kegagalan dalam pengobatan bahkan hingga kematian.

Advertisement

Menurut dia, pemalsuan obat menimbulkan risiko bagi kesehatan masyarakat dan pemakainya dapat menyebabkan kegagalan dalam pengobatan bahkan hingga kematian.

Karena itu, MIAP mendesak para apoteker bersama-sama memerangi obat palsu yang banyak beredar dan merugikan masyarakat. Terjadinya pemalsuan obat menimbulkan risiko serius bagi kesehatan masyarakat.

“Banyak apoteker berinteraksi ke pasien, sehingga bisa melakukan kampanye pemberantasan anti obat palsu,” ujarnya.

Advertisement

Profesi apoteker juga punya tanggung jawab tidak hanya terbatas pada pengadaan, distribusi atau jual beli, juga menjaga obat yang dijualnya benar-benar asli dan bukan palsu.

Sementara Profesor Akmal Taher dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengatakan apoteker merupakan pihak bertanggung jawab untuk menyatakan keaslian sebuah produk obat.

“Seperti sebuah apotek menyatakan jika obat yang kami jual adalah asli. Tetapi siapa yang menyatakan keaslian itu tidak lain adalah apoteker,” ucapnya.

Advertisement

Berdasarkan penelitian di lapangan terhadap satu resep obat yang dilakukan pada April hingga Agustus 2012 di empat kota besar, yakni Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan, menunjukkan banyak obat palsu.

Memang belum angka pasti namun kisarannya antara 10 sampai 30%  ditemukan obat palsu di ritel di kota besar tersebut, termasuk apotek dan toko obat.

“Temuan tersebut cukup mengkhawatirkan, sebab ternyata obat palsu tidak hanya ditemukan di saluran tidak resmi, namun juga di apotek meskipun persentasenya kecil,” ujarnya.

Advertisement

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif