Soloraya
Minggu, 9 September 2012 - 19:40 WIB

LAPSUS: Kemacetan Belum Teratasi, 5 Tahun Lagi Solo Lumpuh!

Redaksi Solopos.com  /  Rini Yustiningsih  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Suasana kemacetan di Jl Kapt Mulyadi, Pasar Kliwon, Solo. (Foto: Dokumentasi)

Suasana kemacetan di Jl Kapt Mulyadi, Pasar Kliwon, Solo. (Foto: Dokumentasi)

SOLO–Kerugian penggunaan bahan bakar minyak (BBM) akibat merayapnya arus lalu lintas di Kota Solo saat ini ditaksir mencapai Rp240 miliar/tahun. Sejumlah kalangan memperkirakan Kota Bengawan ini bakal lumpuh dalam lima hingga tujuh tahun ke depan akibat terus membanjirnya jumlah kendaraan pribadi.

Advertisement

“Saat ini, jumlah kendaraan yang masuk ke Solo—baik dari dalam maupun luar Kota Solo—telah mencapai 1 juta lebih tiap harinya. Dua kali lebih banyak daripada jumlah warga Solo,” kata Kabid Lalu Lintas Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi (Dishubkominfo) Solo, Sri Baskoro kepada Espos, akhir pekan lalu.

Kantor Samsat Solo melansir bahwa pertumbuhan kendaraan bermotor di Kota Solo tiap tahunnya ialah 7,5%. Namun dalam dua tahun terakhir, pertumbuhan kendaraan bermotor cukup mengejutkan, mencapai 20%.

Fakta ini juga terjadi pada pertumbuhan mobil pribadi. Pada dua tahun terakhir, jumlah mobil pribadi mencapai 36.903 unit dan 43.158 unit alias naik 17%. Kondisi ini berbanding terbalik dengan pertumbuhan tranportasi massal yang stagnan dan bahkan cenderung menurun.

Advertisement

Berdasarkan kecenderungan grafik di atas, jumlah kendaraan di Kota Solo dalam lima tahun ke depan ditaksir menembus 665.990 unit—termasuk kendaraan angkutan barang dan penumpang umum.

Ditambah dengan kendaraan dari berbagai daerah yang jumlahnya empat kali lebih banyak dari kendaraan pelat nomor Solo, jumlah kendaraan yang bakal menyesaki jalan raya di kota ini mencapai 2,6 juta unit/hari. Padahal, total panjang jalan nasional dan provinsi di Kota Solo hanya 29,48 km. “Jika, tak ada pembatasan kepemilikan kendaraan, Solo terancam seperti Jakarta dan Surabaya lima tahun mendatang,” kata Sri Baskoro.

Tengok saja pagi hari, menjelang jam sekolah atau jam kerja berdentang, ribuan kendaraan dari berbagai daerah berduyun-duyun memasuki gerbang Kota Solo tanpa jeda. Mulai dari Palur, Colomadu, Gemblegan, Jembatan Semanggi, Makamhaji, Palang Joglo, Mojosongo serta di berbagai persimpangan jalan lainnya, roda-roda kendaraan hanya bisa merayap pelan. Jalan raya kota tua ini pun nyaris tak menyisakan ruang kosong.

Advertisement

Apalagi ketika palang perlintasan kereta api (KA) bergerak turun, antrean kendaraan mengular panjang mencoba berebut celah jalan. Begitu pun ketika datang jam pulang sekolah atau pulang kerja, pemandangan serupa juga terpampang di jalan-jalan.

“Saat-saat seperti inilah, waktu menjadi tak produktif. Orang pun malas keluar rumah. Jarak tempuh yang mestinya cukup 15 menit saja, bisa sampai satu jam,” kata pengamat tranportasi UNS Solo, Syafi’i.

Kini, mahluk bernama kemacetan itu sudah di depan mata. Jika tidak diurai dari sekarang, si momok itu akan terus menghantui kota-kota, tak terkecuali Kota Solo.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif