Kolom
Kamis, 6 September 2012 - 09:30 WIB

GAGASAN: DPR Kita Malas

Redaksi Solopos.com  /  Is Ariyanto  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi

Sutrisno, Mahasiswa Pascasarjana (S2) Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS)

Agaknya kita harus prihatin dengan perilaku anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) belakangan ini. Meski memperoleh gaji besar dan fasilitas mewah, tidak membuat para anggota DPR rajin bekerja. Justru mereka malas rapat! Contoh terbaru terjadi saat agenda rapat paripurna DPR RI mengesahkan RUUK DIY dan mendengar laporan Baleg DPR. Seperti biasanya, dari 550 orang anggotanya hanya sekitar separuhnya yang tercatat hadir. Tapi di antara mereka banyak yang titip absen. Ketidakhadiran saat rapat adalah pengingkaran anggota DPR terhadap rakyat yang diwakilinya dan itu adalah pengkhianatan.

Advertisement

Tingkat kehadiran mereka dalam sidang Dewan dianggap sudah sangat memprihatinkan. Seringkali sidang Dewan hanya diikuti 30-40 persen saja dari seluruh anggota. Seorang anggota Dewan seharusnya sudah tahu bahwa sebagai politikus atau anggota parlemen, dia harus bicara, bicara dan bicara. Kata dasar parlemen sendiri adalah parle dalam bahasa Prancis yang artinya bicara. Dalam politik, ajaran para filsuf Yunani mengajarkan bicara dan bukan senjata yang lebih didahulukan. Nah, kalau ada seorang anggota Dewan malas rapat karena orang banyak bicara atau sebaliknya dia tidak dapat berbicara, pasti ada yang salah di dalam pendidikan politik dan rekrutmen politik dari para politisi itu. Politisi dibayar untuk bicara, bukan demonstrasi atau baku hantam di ruang sidang Dewan.

Ketua DPR Marzuki Alie sendiri bahkan pernah mengakui kinerja DPR bukan lagi mengecewakan, tetapi sudah tergolong memprihatinkan. Kekecewaan itu dituturkannya ketika menutup Masa Sidang III Tahun Sidang 2011-2012, pertengahan April lalu. Kinerja memprihatinkan tergambar dari hasil proses legislasi yang sangat rendah. Kinerja legislasi (penyusunan regulasi) DPR setiap tahun selalu tidak optimal dan jauh dari target yang direncanakan. Pada 2010, DPR menghasilkan 16 undang-undang dari target 70 (23 persen). Sementara itu, pada 2011 DPR dan pemerintah hanya menghasilkan 24 undang-undang dari target 93 (26 persen). Pada masa sidang III/2011-2012 DPR hanya mampu menyelesaikan dua undang-undang dari 12 rancangan undang-undang yang ditargetkan tuntas.

Advertisement

Ketua DPR Marzuki Alie sendiri bahkan pernah mengakui kinerja DPR bukan lagi mengecewakan, tetapi sudah tergolong memprihatinkan. Kekecewaan itu dituturkannya ketika menutup Masa Sidang III Tahun Sidang 2011-2012, pertengahan April lalu. Kinerja memprihatinkan tergambar dari hasil proses legislasi yang sangat rendah. Kinerja legislasi (penyusunan regulasi) DPR setiap tahun selalu tidak optimal dan jauh dari target yang direncanakan. Pada 2010, DPR menghasilkan 16 undang-undang dari target 70 (23 persen). Sementara itu, pada 2011 DPR dan pemerintah hanya menghasilkan 24 undang-undang dari target 93 (26 persen). Pada masa sidang III/2011-2012 DPR hanya mampu menyelesaikan dua undang-undang dari 12 rancangan undang-undang yang ditargetkan tuntas.

Sebelumnya sempat pula mencuat usul agar tingkat kehadiran anggota dalam rapat-rapat parlemen dikaitkan langsung dengan tunjangan mereka, sebagai upaya konkret untuk menegakkan disiplin para wakil rakyat itu. Muncul pula gagasan menggunakan alat elektronik baru (mesin pemindai sidik jari atau finger print) untuk memonitor kehadiran fisik agar antara daftar kehadiran dan kehadiran fisik sama jumlahnya. Selanjutnya, bila mereka mangkir dalam rapat enam kali berturut-turut, maka akan diusulkan untuk dipecat atau di-recall, bahasa halusnya pergantian antar waktu (PAW). Tapi, semua ini hanya sekadar wacana saja tanpa implementasi sehingga masih banyak anggota DPR yang bolos rapat.

Wakil Ketua DPR Sutan Bhatoegana mengusulkan agar closed circuit television (CCTV) yang terpasang di gedung DPR diarahkan untuk memantau kehadiran anggota DPR setiap rapat dilangsungkan. Imbasnya, setiap bulan anggota DPR pembolos dilaporkan sanksinya potong gaji Rp2 juta per hari. Sutan menyebut wacana tersebut sebagai bagian dari reward and punishment system (Solopos.com, 4/9/2012).

Advertisement

Dari sisi pendidikan, para anggota DPR periode 2009–2014 adalah yang terbaik karena sebagian besar bertitel sarjana. Sebagian besar anggota DPR, lebih dari 60%, adalah wajah-wajah baru yang masih muda dan pastinya memiliki vitalitas hidup yang sangat tinggi. Namun, sayangnya sumber daya manusia (SDM) yang baik dan berusia muda itu berbanding terbalik dengan kehadiran mereka dalam rapat-rapat di DPR, khususnya sidang paripurna.

Banyak anggota DPR itu yang bukan hanya ahli membolos tapi juga ahli mengakali. Tak sedikit anggota DPR yang datang pada rapat hanya sekejap, yang penting sudah absen. Begitu rapat dibuka, tak lama kemudian sudah tidak kelihatan. Tak sedikit pula yang titip absen pada rekan-rekannya, nanti suatu saat bisa gantian. Ironis memang, anggota DPR yang menyandang status yang terhormat ternyata rajin membolos. Kita memahami kegerahan sebagian anggota DPR terhadap rekannya yang malas. Predikat DPR pemalas pasti akan mengena pada anggota DPR yang betul-betul mencoba menjalankan fungsinya sebagai anggota DPR yang benar.

Praktik tercela DPR yang sudah lama terjadi jelas harus dihentikan. Perbaikan itu membutuhkan komitmen dari pimpinan DPR sendiri. Teladan pimpinan amat dibutuhkan. Dengan penghasilan rutin sekitar Rp 60 juta dan tunjangan sekitar Rp 43 juta, sikap anggota DPR yang rajin membolos adalah sebuah pengkhianatan terhadap rakyat yang telah memilih mereka. Tindakan seperti itu juga bisa dikategorikan sebagai tindakan korupsi politik.

Advertisement

Tersistem

Oleh karena itu, harus ada tindakan tegas dari institusi atau pihak-pihak yang tetrkait untuk membenahi mental mangkir dan membolos para anggota Dewan yang terhormat. Harus ada pembenahan yang tegas sekaligus tersistem. Pembenahan tersebut intinya adalah memberi sanksi terhadap para pembolos tersebut. Sanksi itu mulai dari sanksi moral, sanksi denda, sampai pemecatan.

Sanksi moral bisa dengan merealisasikan rencana dulu, yakni tegur mereka, bahkan jika perlu permalukan mereka. Umumkan siapa yang malas rapat, mari diberi sanksi sosial bagi si pemalas, kita olok-olok mereka. Kemudian, perlu dilakukan sanksi denda. Setiap ketidakhadiran rapat tanpa alasan jelas, tunjangan kehormatan dipotong. Uang pemotongan itu bisa di salurkan untuk kepentingan rakyat.

Advertisement

Selanjutnya, mengambil tindakan tegas dan berani, yakni melakukan pemecatan terhadap anggota DPR pembolos. Partai harus berani me-recall anggotanya yang pembolos dan Badan Kehormatan DPR jangan ragu mengusir mereka dari gedung DPR. Hal ini berdasar pada Pasal 213 ayat (2) poin d dalam Undang-undang Nomor 27 tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD dan Peraturan Tata Tertib DPR RI No 1/2009 Pasal 244 ayat (2) menyebutkan bahwa anggota DPR yang tidak menghadiri rapat paripurna dan rapat alat kelengkapan DPR yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak enam kali berturut-turut tanpa alasan yang sah dapat diberhentikan.

Pimpinan DPR, ketua, para wakil ketua, bahkan Badan Kehormatan (BK) DPR seharusnya mencari terobosan dalam upaya mengatasi terus berulangnya penyakit para anggota DPR tersebut. Harus ada langkah tegas dan revolusioner untuk menyadarkan para wakil rakyat itu. Rakyat patut mengingatkan, bahwa keberadaan mereka di lembaga terhormat itu atas kepercayaan rakyat. Jika para wakil rakyat itu menyadari betul posisinya, masih ada waktu setidaknya dua tahun ke depan untuk memperbaiki kinerja mereka. Jika tidak, jangan salahkan rakyat bila suatu saat mereka mengambil kembali kepercayaan itu dengan caranya sendiri.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif