News
Selasa, 4 September 2012 - 12:39 WIB

MASALAH PAPUA: DPR Bentuk Panja Papua

Redaksi Solopos.com  /  Ahmad Mufid Aryono  | SOLOPOS.com

SOLOPOS.COM - ILUSTRASI (JIBI/SOLOPOS/Antara)

ILUSTRASI (JIBI/SOLOPOS/Antara)

JAKARTA–Komisi I DPR sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) Papua dan Papua Barat (P3B) guna menyelesaikan berbagai persoalan di daerah itu secara komprehensif.

Advertisement

Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq mengatakan pembentukan Panja itu merupakan tindak lanjut dari kunjungan DPR ke Papua tiga bulan lalu. P3B, ujarnya, terdiri dari 27 orang dan dipimpin langsung oleh Ketua Komisi I DPR.

“Panja diharapkan bisa membantu pemerintah sekaligus memfasilitasi ragam pemangku kepentingan di Papua dan Papua Barat untuk sama-sama mencari solusi yang komprehensif dan damai,” kata Mahfudz.

Menurutnya, sejak DPR bertemu berbagai pemangku kepentingan di Papua, niat untuk membentuk Panja sebagai langkah konkret penyelesaian masalah di Papua sudah disepakati.

Advertisement

Menurut politikus Partai Keadilan Sejahtera itu, ada beberapa masalah pokok yang diidentifikasi Komisi I di Papua. Masalah itu antara lain menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat Papua terhadap pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Selain itu, ada juga penguatan isu politik serta kesejarahan tentang proses integrasi Papua di samping tidak efektifnya Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) dalam mengakselerasi pembangunan. Lumpuhnya pemerintah provinsi/kabupaten/kota akibat kisruh pilkada juga menjadi isu penting di Papua, ujarnya.

“Jika dibiarkan, masalah itu berputar menjadi benang-kusut. Jika terus terjadi, akan jadi bom waktu bagi Republik Indonesia,” ujar Mahfudz.

Advertisement

Sebelumnya, sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Asvi Warman Adam mengatakan pemerintah perlu memulihkan kepercayaan warga asli Papua kepada pemerintah untuk menyelesaikan masalah berkepanjangan di Papua. Menurutnya, pendekatan keamanan tidak akan mampu menyelesaikan masalah di Papua.

“Kepercayaan masyarakat perlu ditumbuhkan,” katanya. Asvi mengatakan, pemerintah perlu memperhatikan bahwa belum sepenuhnya warga asli Papua yang menerima Penentuan Pendapat Rakyat (Perpera) tahun 1969.

Sebagian warga Papua, ujarnya, menilai Perpera tidak adil karena penentuan hanya diwakili oleh tokoh suku. Selain itu, sebagian masyarakat Papua masih trauma terkait kelamnya masa lalu ketika tindak kekerasan dilakukan oleh aparat keamanan yang berlangsung bertahun-tahun.

Advertisement
Advertisement
Berita Terkait
Advertisement

Hanya Untuk Anda

Inspiratif & Informatif